Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/12/2022, 09:11 WIB
Joy Andre,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Elemen massa buruh menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat pada Sabtu (10/12/2022) kemarin.

Namun, ada yang berbeda dalam aksi unjuk rasa kali ini. 

Biasanya, buruh turun ke jalan untuk menyuarakan kenaikan upah atau isu lain yang bekaitan langsung dengan kehidupan buruh. 

Namun, kali ini, buruh juga berunjuk rasa untuk menyuarakan penolakan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru yang baru saja disahkan DPR bersama pemerintah.

Baca juga: Demo Peringati Hari HAM Sedunia di Patung Kuda, Elemen Buruh Suarakan Tolak KUHP

Aksi itu diikuti oleh sejumlah organisasi massa buruh seperti KSPI, ORI KSPSI, KPBI, KSBSI, SPI, Organisasi Perempuan PERCAYA, organisasi pekerja rumah tangga, miskin kota, organisasi pemuda/mahasiswa, dan berbagai elemen yang lain.

Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Saiq Iqbal mengatakan, penolakan terhadap KUHP dilakukan karena substansi aturan terbaru itu menempatkan warga negara sebagai penjahat.

"Pendekatan warga negara ditempatkan sebagai tanda petik penjahat. Jadi apa pun yang dilakukan warga negara, UU KUHP menempatkan warga negara sebagai kejahatan," kata Iqbal, Sabtu.

Selain penolakan terhadap KUHP, ada beberapa hal yang mereka suarakan dalam demontrasi tersebut.

Baca juga: Demo Peringati Hari HAM Sedunia di Patung Kuda, Elemen Buruh Sampaikan 9 Tuntutan

Beberapa diantaranya yakni menolak omnibus law UU Cipta Kerja, Land Reform - Reforma Agraria dan Kedaulautan Pangan, menuntut disahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), meminta usut tuntas semua kasus pelanggaran HAM yang sudah di rekomendasi oleh komnas HAM, dan menolak upah murah.

Pasal penghinaan presiden

Dari beberapa pasal dalam KUHP yang dianggap oleh massa buruh mencederai demokrasi, pasal penghinaan presiden dianggap paling bermasalah.

Di Pasal 349 ayat 1 disebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara.

Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.

Menurut dia, isi pasal dalam KUHP itu telah menghilangkan sisi kemanusian presiden.

"Presiden adalah seorang manusia, di situlah presiden RI dari partai mana pun dia, diuji ketika menjadi presiden, apa dia tidak boleh dikritik oleh warga negara?" tegas dia.

Baca juga: Aksi Peringati Hari HAM Internasional di Patung Kuda, Buruh Singgung Pasal Penghinaan Presiden di KUHP Baru

Said pun menyebut, apabila ada seseorang yang dihukum lantaran "menghina" presiden, maka harus dilihat seperti apa konteksnya.

Harus ada batasan yang jelas apakah orang itu memang menghina atau mengkritik kebijakan yang diambil oleh Kepala Negara.

"Kalau ada penghinaan, perbuatan yang tidak menyenangkan harus dilihat dalam konteks bahwa rakyat dengan caranya ingin kritik presiden," kata Said.

"Kalau kemudian dihukum, maka sisi kemanusiaan presiden akan hilang, karena presiden seolah benda mati dan simbol tak boleh dikritik," sambung dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Kisah Mereka yang Meninggal dalam Kesunyian...

Kisah Mereka yang Meninggal dalam Kesunyian...

Megapolitan
Baru Hujan Sehari Jakarta Kembali Kebanjiran, Sederet Penanganan Pemprov DKI Dipertanyakan

Baru Hujan Sehari Jakarta Kembali Kebanjiran, Sederet Penanganan Pemprov DKI Dipertanyakan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Duduk Perkara Kasus Guru Digaji Rp 300.000 meski Terima Kuitansi Rp 9 Juta | Buruh Demo Tuntut Kenaikan UMK Bekasi 2024

[POPULER JABODETABEK] Duduk Perkara Kasus Guru Digaji Rp 300.000 meski Terima Kuitansi Rp 9 Juta | Buruh Demo Tuntut Kenaikan UMK Bekasi 2024

Megapolitan
Tanggal 3 Desember Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Desember Memperingati Hari Apa?

Megapolitan
Kenali “STOP”, Langkah untuk Kejar Target Jakarta Bebas HIV pada 2027

Kenali “STOP”, Langkah untuk Kejar Target Jakarta Bebas HIV pada 2027

Megapolitan
Kamis Malam, Massa Buruh yang Protes Kenaikan UMK Kota Bekasi 2024 Akhirnya Bubar

Kamis Malam, Massa Buruh yang Protes Kenaikan UMK Kota Bekasi 2024 Akhirnya Bubar

Megapolitan
Polisi Belum Tetapkan Penabrak Penjaga Pelintasan Kereta di Cengkareng sebagai Tersangka

Polisi Belum Tetapkan Penabrak Penjaga Pelintasan Kereta di Cengkareng sebagai Tersangka

Megapolitan
Pencuri Sepatu di Pesanggrahan Kerap Jual Barang Curian di 'Pasar Gelap' Jakarta Utara

Pencuri Sepatu di Pesanggrahan Kerap Jual Barang Curian di "Pasar Gelap" Jakarta Utara

Megapolitan
2 Karyawan Pencuri Barang Milik Bosnya di Cipayung Ditangkap Saat Kabur ke Purwakarta

2 Karyawan Pencuri Barang Milik Bosnya di Cipayung Ditangkap Saat Kabur ke Purwakarta

Megapolitan
Kasus Oknum Polri Tak Netral, Aiman Bingung Dilaporkan 6 Pihak di Hari yang Sama

Kasus Oknum Polri Tak Netral, Aiman Bingung Dilaporkan 6 Pihak di Hari yang Sama

Megapolitan
Pura-pura Jadi Pembeli, Polisi Tangkap Pencuri 18 Sepatu di Pesanggrahan Saat COD

Pura-pura Jadi Pembeli, Polisi Tangkap Pencuri 18 Sepatu di Pesanggrahan Saat COD

Megapolitan
UMK Kota Bekasi 2024 Naik 3,59 Persen, Buruh: Kami Sangat Kecewa dengan Pj Gubernur Jabar

UMK Kota Bekasi 2024 Naik 3,59 Persen, Buruh: Kami Sangat Kecewa dengan Pj Gubernur Jabar

Megapolitan
DPRD DKI Pertanyakan Realisasi Penyediaan Perahu Karet di Wilayah Rawan Banjir di Jakarta

DPRD DKI Pertanyakan Realisasi Penyediaan Perahu Karet di Wilayah Rawan Banjir di Jakarta

Megapolitan
Pengemudi Nissan Xtrail Menyangkal Terobos Pintu Pelintasan Kereta Sebelum Tabrak Penjaga Pelintasan di Cengkareng

Pengemudi Nissan Xtrail Menyangkal Terobos Pintu Pelintasan Kereta Sebelum Tabrak Penjaga Pelintasan di Cengkareng

Megapolitan
Keluhkan Turap Kali Baru Jaktim Bocor, Warga: Sudah 2-4 Kali Diperbaiki, tapi Tetap Banjir

Keluhkan Turap Kali Baru Jaktim Bocor, Warga: Sudah 2-4 Kali Diperbaiki, tapi Tetap Banjir

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com