JAKARTA, KOMPAS.com – Kawasan Kampung Sawah di Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, memiliki tiga rumah ibadah dari agama yang berbeda.
Tiga rumah ibadah itu adalah Gereja Katolik Santo Servatius, Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah, dan Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi.
Lokasinya yang saling berdekatan dan titik masing-masing bangunan berdiri membuat ketiga rumah ibadah tersebut terlihat seperti membentuk sebuah segitiga.
Kawasan ini pun sering dijuluki sebagai “Segitiga Emas”.
“Kenapa dibilang ‘Segitiga Emas’? Dari tiga rumah ibadah, dua gereja dan satu masjid, selalu disyiarkan ajaran untuk kehidupan yang toleran,” kata Pegiat Kemasyarakatan di Kampung Sawah Ricardus Jaobus Napiun saat ditemui di kediamannya, Senin (26/12/2022).
Baca juga: Menjaga Toleransi Antar-umat Beragama di Kampung Sawah Kota Bekasi...
Tiga rumah ibadah tersebut sudah ada sejak zaman dahulu dan rutin menggaungkan ajaran untuk kehidupan yang toleran, saling membantu, gotong royong, dan saling menghormati.
Karena itu, toleransi dan kerukunan sesama warga sudah mendarah daging.
Jadi, bukanlah hal yang mengherankan jika warga setempat saling membantu dalam mempersiapkan perayaan hari keagamaan masing-masing kepercayaan, seperti Natal dan Idul Fitri.
Sejauh ini, pria yang akrab disapa Jacob mengungkapkan, tidak ada gesekan antar-umat beragama di Kampung Sawah.
“Gesekan yang bisa memecah belah atau tindakan intoleransi yang mengarah ke fisik itu enggak ada di sini, tapi di sekitar sini ada,” ungkap Jacob.
Baca juga: Asal-usul Julukan “Segitiga Emas” untuk Kampung Sawah Kota Bekasi
Namun, satu hal yang hadir di Kampung Sawah adalah polusi suara. Ini pun datang dari sekitar area tersebut.
“Di sini enggak ada karena kami masing-masing meyakini dan memahami, kami punya kepentingan masing-masing. Para tokoh bilang, yang ibadah bukan hanya mereka. Saudara-saudara lain (beda agama) juga beribadah,” sambung Jacob.
Penduduk Kampung Sawah memang terdiri dari masyarakat berbeda keyakinan. Namun, bukan berarti mereka bukan saudara.
Menurut Jacob, keyakinan yang dianut setiap orang bisa berbeda-beda, yakni Katolik, Protestan, dan Muslim. Namun, hubungan persaudaraan tetaplah ada.
“Adik saya Islam, kalau mau shalat dzuhur ya saya enggak ikut putus kan? Tapi, hubungan saya dengan adik saya ya tidak pernah putus. Itu maksudnya,” papar dia.
Baca juga: Toleransi Beragama di Kampung Sawah Bekasi, Saling Bantu Persiapan Hari Raya
Hal serupa juga berlaku pada saudara tidak sedarah, yakni para tetangga. Bahkan, tali perkerabatan semakin erat dengan adanya tradisi Ngejotin.
Tradisi Ngejotin adalah kearifan lokal masyarakat Kampung Sawah, yang mana seseorang yang sedang merayakan Hari Raya Keagamaan membawakan makanan dalam rantang kepada mereka yang tidak merayakannya.
“Sebagai wujud sukacita kami untuk berbagi makanan. Sukacita dalam bentuk memberi makanan. Ngejotin itu merupakan tradisi yang sudah turun-temurun dari zaman nenek moyang,” kata Jacob.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.