TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Seorang santri berinisial ANJ (13) menjadi korban sodomi yang dilakukan oleh seniornya F (16) di salah satu pesantren di kawasan Parigi, Pondok Aren, Tangerang Selatan.
Kanit Perlindungan Perempuan dan anak (PPA) Polres Tangsel, Iptu Siswanto, mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada 28 Oktober 2022.
"Kejadiannya benar (ada) 28 Oktober 2022," ujar Siswanto saat dihubungi, Selasa (22/11/2022).
Peristiwa sodomi itu terjadi saat korban diminta oleh pelaku untuk datang ke kamarnya.
Baca juga: Santri di Tangsel Disodomi Seniornya, Orangtua Korban Lapor Polisi
Saat itu, hanya ada korban dan pelaku yang berada di dalam kamar nomor 302. Setelah masuk ke kamar, korban dilecehkan oleh pelaku dengan cara disodomi.
"Kalau versi emaknya, alasannya (korban) dikibulin sama seniornya. Si ANJ (korban) disuruh pelaku masuk kamar 302, disodomi, di situlah dikerjain," jelas Siswanto.
Polisi mengungkap fakta terkait kasus sodomi yang terjadi di salah satu pondok pesantren di Tangsel.
Siswanto mengatakan bahwa korban ANJ mengaku sudah dilecehkan seniornya F sebanyak tiga kali.
Baca juga: Polisi: Santri di Pesantren Tangsel Mengaku Tiga Kali Disodomi Seniornya
"Pengakuan sementara dia (korban) kemarin (pas pemeriksaan) tiga kali dia disodomi sama pelaku," ujar Siswanto, Selasa (6/12/2022).
Pernyataan itu disampaikan korban kepada penyidik saat pemeriksaan dilakukan di Polres Tangsel.
Siswanto mengatakan bahwa terduga pelaku F sudah keluar dari pondok pesantren tempatnya mondok.
"Saya ke sana (hari ini) mengirim surat terkait permintaan data alamat terlapor pelaku anak. Karena informasinya sudah tidak bersekolah di situ lagi, makanya saya mencari datanya ke sana (pesantren)," ujar Siswanto saat dihubungi, Selasa (22/11/2022).
Baca juga: Polisi: Santri Pelaku Sodomi di Tangsel Sudah Keluar dari Pesantren
"Infonya enggak bersekolah di situ lagi setelah kejadian itu. Bahasanya Pak ustad dirumahkan," lanjut dia.
Kepolisian Resor Tangerang Selatan telah memeriksa empat orang terkait dugaan kasus sodomi yang menimpa ANJ.
"Empat yang sudah diperiksa yaitu si korban, dua temannya, dan terlapor. Konsepnya terkait fakta itu, sinkron atau tidak," ujar Kasatreskrim Polres Tangsel AKP Aldo Primananda Putra di kantornya, Senin (26/12/2022).
Dikonfirmasi terpisah, Iptu Siswanto mengatakan bahwa terlapor berinisial F (16) sudah diperiksa pada Kamis (22/12/2022) lalu.
Baca juga: 4 Orang Diperiksa Terkait Kasus Dugaan Sodomi di Pondok Pesantren Tangsel
Meski terlapor telah memberikan klarifikasi, hingga kini polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
"Terlapor sudah kami klarifikasi, tapi belum tersangka ya," jelas Siswanto.
Dalam kasus ini, polisi belum menetapkan siapa pun sebagai tersangka karena membutuhkan alat bukti dan petunjuk yang lengkap.
Untuk mengungkap kasus sodomi yang menimpa ANJ, rencananya polisi segera melakukan gelar perkara.
"Dalam konsep gelar perkara, kalau bisa dalam seminggu ini. Karena dalam ngumpulin, mudah-mudahan sebelum tahun baru," kata Siswanto.
Baca juga: Polisi Bakal Periksa 2 Saksi Terkait Kasus Sodomi Santri di Pesantren Tangsel
"Terlebih terkait kasus anak, ada kewajiban kita untuk melakukan diversi," lanjut Siswanto.
Untuk diketahui, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Polisi sempat terkendala untuk menemukan keberadaan F lantaran ia sudah dikeluarkan dari pondok pesantren.
Namun, polisi akhirnya menemukan F di rumahnya karena memang terlapor tidak berusaha untuk kabur.
Baca juga: Dicari-Cari Polisi, Santri yang Sodomi Junior di Ponpes Tangsel Ternyata Tak Kabur dan Ada di Rumah
"Dia masih usia anak, masih 16 tahun, untuk kabur tidak karena dia ketergantungan sama orangtua," ujar Kasatreskrim Polres Tangsel AKP Aldo Primananda Putra di kantornya, Senin (26/12/2022).
Aldo mengatakan, F selaku terlapor bersifat kooperatif saat diminta polisi untuk datang ke Polres Tangsel pada Kamis (22/12/2022).
Saat itu, terlapor akhirnya datang dan dimintai klarifikasi terkait benar atau tidaknya fakta keterangan dengan peristiwa.
"Dia kooperatif. Cuma konsep kita melindungi anak, pun itu sebagai pelaku. Data identitas termasuk nama, alamat, jenis kelamin, itu kita dapatkan (dari pesantren)," jelas Aldo.
(Penulis : Annisa Ramadani Siregar | Editor :Irfan Maullana, Jesi Carina, Ihsanuddin).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.