JAKARTA, KOMPAS.com - Profesi nelayan mungkin bukan menjadi impian bagi sebagian besar orang. Namun, hal ini tak berlaku bagi Sabar (38), yang telah mengabdikan dirinya untuk bekerja di laut lepas sejak usia 13 tahun.
Pria asal Medan, Sumatera Utara, ini meneruskan tradisi keluarganya untuk mencari nafkah di lautan. Desakan kebutuhan ekonomi, kata dia, juga menjadi motivasi untuk terus mencari pundi-pundi rupiah di tengah Laut Jawa bagian selatan.
"Dari muda sekali jadi nelayan, umur 13 tahun mau kelas 2 SMP. Pertama kali berlayar di Medan sama keluarga. Memang saya datang dari keluarga nelayan," ujar Sabar saat ditemui Kompas.com di Pelabuhan Nizam Zachman, Jakarta Utara, Selasa (3/1/2023).
Baca juga: Cuaca Buruk, Puluhan Kapal di Pelabuhan Nizam Zachman Jakut Tak Berlayar
Pria yang sehari-hari mencari ikan tongkol menggunakan kapal dengan gross tonnage (GT) 154 itu merasa gembira saat tangkapan laut melimpah. Sebaliknya, ketika cuaca buruk dan hasil tangkapan laut sedikit atau bahkan tak ada sama sekali, Sabar hanya bisa gigit jari.
"Kalau hasil dari tangkapan itu kan tergantung dari kondisi cuaca. Jadi kalau kondisi cuaca itu ya kalau lagi gelombang besar kemungkinan ada ikan, kemungkinan enggak," imbuh Sabar.
Sabar mengaku bahwa penghasilan sebagai nelayan tak menentu. Terkadang, dalam sebulan dia bisa mendapat bayaran Rp 6 juta yang dibayarkan setiap lima bulan sekali.
Gaji tersebut agaknya tak mencukupi kebutuhan Sabar untuk menyekolahkan anaknya yang duduk di kelas 4 sekolah dasar (SD).
Sabar bahkan kerap berutang untuk mengirimkan uang kepada anak dan istrinya di Magelang, Jawa Tengah.
Baca juga: Cuaca Buruk, Nelayan di Pelabuhan Nizam Zachman Tak Melaut sejak Pertengahan Desember
"Iya tentu berutang, anak butuh sekolah, butuh biaya. Jadi pas gajian hitung-hitungan gaji uangnya langsung hilang, megang sebentar doang," ucap Sabar diiringi tawa ringan.
Menjadi nelayan, lanjut dia, bukanlah hal yang mudah. Pada malam tahun baru 2023, misalnya, Sabar harus mengalah dengan ABK lain untuk menjaga kapal. Akhirnya, dia melewati pergantian tahun tanpa berkumpul bersama keluarganya.
"Waktu tahun baru saya enggak pulang, ada sih rasa sedih. Lebaran juga kadang enggak pulang. Waktunya kita di tengah laut ya gimana mau pulang," kata Sabar.
Meski demikian, Sabar menyampaikan akan terus berusaha mencari rezeki untuk keluarganya di kampung.
"Karena saya punya tanggung jawab sebagai kepala keluarga, itu sudah risiko. Jadi daripada kita mencuri, yang penting mencari yang halal," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.