Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Masalah Tarif KRL Dibedakan, Pengamat: Asalkan Ongkos Transportasi di Bawah 10 Persen Pendapatan

Kompas.com - 04/01/2023, 08:20 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat transportasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Djoko Setijowarno, tidak mempermasalahkan soal adanya pembedaan tarif kereta rel listrik (KRL) Commuter Line berdasarkan kelompok tertentu.

Pasalnya, kata Djoko, layanan transportasi umum seperti Bus Trans Jateng dan Bus Trans Semarang sudah memberlakukan pembedaan tarif untuk kelompok umum, pelajar, mahasiswa, buruh, dan lansia.

"Hingga sekarang cukup lancar dan tidak bermasalah. Malahan, buruh merasa terbantu dengan tarif khusus itu. Dapat mengurangi pengeluaran ongkos transportasi untuk bekerja," tutur Djoko dalam penjelasannya kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2022).

Baca juga: Soal Penyesuaian Tarif KRL bagi Orang Kaya, MTI Nilai Lebih Baik Bedakan Ongkos pada Akhir Pekan

Namun, Djoko menilai kebijakan itu seharusnya sejalan dengan upaya pemerintah untuk menekan porsi biaya transportasi masyarakat terhadap pendapatan mereka.

Djoko menyebutkan, ongkos naik KRL Jabodetabek saat ini memang murah. Namun, kata dia, biaya perjalanan layanan transportasi dari tempat tinggal ke stasiun (first mile) dan layanan transportasi dari stasiun ke tempat tujuan (last mile) masih lebih mahal.

Menurut Djoko, hal yang perlu diperhitungkan itu adalah ongkos total perjalan dari rumah hingga ke tempat tujuan tidak lebih dari 10 persen penghasilan bulanan.

Mengutip dari Policy Research Working Paper 4440 World Bank, Djoko mengatakan belanja transportasi yang tepat bagi masyarakat adalah maksimal 10 persen dari upah bulanannya.

Kajian World Bank itu berdasarkan riset dari negara-negara di Amerika Latin dan negara di Kepulauan Karibia 2007.

Baca juga: Tak Sepakat Penyesuaian Tarif KRL bagi Orang Kaya, Walhi: Lebih Baik Cabut Subsidi Kendaraan Listrik, Justru Bikin Macet

Berdasarkan survey Badan Litbang Perhubungan 2013, ketika ditetapkan tarif KRL Jabodetabek satu harga dan murah, total ongkos transportasi yang dikeluarkan pengguna kereta masih 32 persen dari pendapatan bulanan.

Pada saat itu, memang layanan transportasi last mile belum sebaik sekarang. Sekarang setiap stasiun KRL yang berada di Jakarta sudah terintegrasi dengan bus Transjakarta dan JakLingko.

"Namun layanan transportasi first mile belum banyak perubahan dan cenderung angkutan ke stasiun makin berkurang jumlahnya. Belum ada perbaikan yang berarti," kata Djoko.

Saat ini, kata Djoko, baru ada Bus Trans Pakuan di Bogor dan Bus Tayo di Tangerang. Ia mendorong adanya transportasi umum seperti di Bogor dan Tangerang untuk di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, dan Kota Tangerang Selatan.

"Kita jangan fokus hanya pada tarif KRL Jabodetabek, namun bagaimana kita merancang ongkos transportasi warga bisa kurang dari 10 persen dari pendapatan bulanan," kata Djoko.

Baca juga: Kritik Tarif KRL Lebih Mahal bagi Orang Kaya, Pengamat: Penentuan Indikatornya Akan Bermasalah

Pasalnya, kata Djoko, Perancis dan Singapura sudah bisa menekan hingga 3 persen, sedangkan Cina sudah 7 persen dari pendapatan bulanan masyarakat.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan akan ada penyesuaian pada tarif KRL Commuter Line untuk orang-orang kaya agar subsidi bisa tepat guna.

Untuk keperluan penyesuaian tersebut Pemerintah berencana menggunakan data Kemendagri atau data terpadu di Kementerian Sosial dan menerbitkan kartu baru yang diterbitkan untuk membedakan profil para penumpang KRL.

Seperti diketahui, kontrak public service obligation (PSO) untuk KRL Jabodetabek pada 2022 sebesar Rp 1,8 triliun. Pada 2023, angka ini menurun menjadi Rp 1,6 triliun.

Adapun total PSO pada 2022 sebesar Rp 2,8 triliun, turun di tahun ini menjadi Rp 2,5 triliun. Dengan demikian, sebanyak 64 persen dari nilai total PSO perkeretaapian diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com