JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta pihak kepolisian untuk mengusut lebih dalam dugaan kekerasan seksual terhadap Malika (6), bocah yang sempat diculik di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
Permintaan tersebut bukan tanpa alasan, mengingat pelaku penculikan Malika adalah mantan napi kasus pencabulan anak di bawah umur pada 2014.
"Bahwa pelecehan itu bukan hanya penetrasi. Jadi pegang-pegang atau memuaskan kebutuhan biologis pelaku dan sebagainya itu juga termasuk kekerasan," kata Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait di Jakarta, dilansir dari Antara, Kamis (5/1/2023).
Arist mengungkapkan bahwa pelaku penculikan Malika, yakni Iwan Sumarno pernah divonis Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan hukuman tujuh tahun penjara.
Baca juga: Soroti Kasus Penculikan Malika, Heru Budi Anggap Keamanan di Jakarta Perlu Ditingkatkan
Menurut Arist, riwayat residivis Iwan Sumarno dapat menjadi catatan dalam proses penyidikan sehingga proses hukum dapat memberikan keadilan bagi Malika.
"Saya bersyukur sampai hari ini belum ada pengumuman bahwa MA mengalami kekerasan seksual, itu harapan kita. Kalau memang itu tidak terjadi itu adalah harapan kita," ujar Arist.
Lebih lanjut, Arist berharap proses visum et repertum untuk membuktikan luka fisik dan visum et repertum psikiatrikum dapat mengungkap kejiwaan Malika dalam kasus penculikannya.
"Karena kekerasan seksual tidak hanya penetrasi. Harapan saya penyidik tidak hanya sebatas penetrasi. Karena ada UU baru, TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual)," tutur Arist.
Baca juga: Update Kondisi Malika yang Terus Membaik Usai 26 Hari Diculik
Sebelumnya, Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, telah melakukan pemeriksaan psikologis secara bertahap kepada Malika.
Kepala RS Polri Kramat Jati, Brigjen Pol Hariyanto, mengatakan bahwa pemeriksaan bertahap itu dilakukan agar kondisi psikologis korban tidak merasa terbebani.
"Pemeriksaan ini bertahap terutama untuk visum psikiatrikum ini jangan sampai membebani psikis MA," kata Hariyanto
Untuk diketahui, visum et repertum psikiatrikum merupakan keterangan dokter spesialis kedokteran jiwa untuk kepentingan penegakan hukum.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.