Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan penerimaan dari penyelenggaraan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik nantinya bakal diatur dalam Peraturan Gubernur.
Djoko memandang sistem jalan berbayar ini merupakan kebijakan yang tidak populer karena berpotensi mendapatkan pertentangan dari masyarakat.
"Kebijakan model begini biasanya tidak disukai masyarakat. Namanya disuruh membayar, mereka mana ada yang mau, kan?" tutur Djoko.
Baca juga: Polda Metro Dukung Pemprov DKI Terapkan Sistem Jalan Berbayar Elektronik untuk Atasi Kemacetan
Menurut Djoko kebijakan ini kemungkinan hanya didukung oleh kelompok masyarakat yang peduli transportasi dan lingkungan saja, selebihnya akan menolak.
"Sehingga, hanya gubernur yang tidak peduli popularitas saja yang berani melaksanakan (ERP) atau kalau ada undang-undang yang wajibkan gubernur untuk terapkan itu," kata Djoko.
Menurut Djoko, selama ini gagasan kebijakan di Ibu Kota sudah banyak yang bagus. Namun, pada saat melakukan eksekusi, banyak yang tidak berani karena alasan politis atau berisiko tak dipilih lagi.
"Kebijakan ini memang hanya bisa dilakukan gubernurnya saat ini (Heru Budi Hartono). Mumpung dia (Heru) adalah Penjabat Gubernur," kata Djoko.
Baca juga: Mengenal ERP atau Jalan Berbayar Elektronik, Daftar Jalan yang Diterapkan hingga Tarifnya
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan penerapan ERP masih perlu diuji coba dulu secara bertahap.
Uji coba itu bertujuan untuk mengamati efektivitas ERP dalam membatasi kendaraan pribadi dan mengurangi kemacetan lalu lintas secara signifikan sebelum diterapkan secara keseluruhan.
"Sosialisasi yang masif ke masyarakat Jakarta dan luar jakarta sangat diperlukan agar tidak mendapatkan resistensi dari masyarakat luas," ujar Nirwono kepada Kompas.com, Selasa (10/1/2022).
Dengan demikian, kata Nirwono, warga Jakarta dan sekitarnya didorong beralih naik transportasi publik. Namun, Nirwono mengingatkan hal penting agar kebijakan itu efektif.
"Pemprov DKI juga harus mempercepat penyediaan transportasi publik yg memadai, terpadu, dan terjangkau," ujar Nirwono.
Menurut Nirwono, selama biaya transportasi publik masih lebih mahal dibandingkan pengeluaran kendaraan pribadi, terutama motor, maka akan sulit mendorong masyarakat beralih ke transportasi publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.