Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Penerapan Jalan Berbayar atau ERP di Jakarta, demi Atasi Macet atau Cari "Cuan"?

Kompas.com - 12/01/2023, 06:15 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengendara kendaraan bermotor atau kendaraan berbasis listrik akan dikenai tarif saat melewati jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) di Ibu Kota.

Peraturan soal sistem ERP itu tercantum dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) yang masih disusun oleh DPRD DKI Jakarta.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, aturan itu merupakan salah satu upaya yang cukup efektif mengatasi kemacetan di Ibu Kota.

Baca juga: Kebijakan Sistem Jalan Berbayar di Jakarta Dinilai Tak Populer, Pengamat: Mumpung Gubernurnya Itu Heru Budi Hartono

Kendati demikian, Djoko memandang sistem jalan berbayar ini merupakan kebijakan yang tidak populer karena berpotensi mendapatkan pertentangan dari masyarakat.

Perbedaan mencolok

Djoko menyebutkan, ada perbedaan mencolok dalam penerapan ERP dibandingkan strategi Pemrov DKI lainnya dalam mengatasi kemacetan, yaitu ada uang yang akan terkumpul dalam jumlah yang sangat besar.

"Akan sangat sulit bagi Pemprov DKI meyakinkan masyarakat bahwa uang yang terkumpul itu adalah dampak dari aturan, bukan tujuan," tutur Djoko kepada Kompas.com, Rabu (11/1/2022).

Padahal, kata Djoko, penerapan ERP ini merupakan instrumen yang lebih maju (advanced) dan efisien dalam hal mengatasi kemacetan karena tidak memerlukan banyak petugas pengawas.

Kondisi ini bertolak belakang dengan kebijakan pembatasan kendaraan dengan nomor polisi ganjil dan genap pada tanggal tertentu. Ganjil-genap dinilai lebih banyak memakan anggaran daerah.

Baca juga: Pengamat: Sistem Jalan Berbayar atau ERP Lebih Efektif Dibanding Ganjil-Genap untuk Atasi Kemacetan

"Untuk itu Pemprov DKI harus transparan. Terbuka saja, uang pendapatannya berapa, tapi harus diingat bukan targetnya. Karena (ERP) ini tidak boleh ditarget," kata dia.

Dari hasil penerimaan ERP itu, Djoko mengatakan dapat digunakan untuk subsidi transportasi publik, membangun pedestrian, hingga jalur sepeda.

Untuk kepentingan publik

Dalam Raperda PPLE dinyatakan semua jenis kendaraan bermotor atau kendaraan listrik bisa melalui kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik.

Pada Pasal 13 Ayat 1 Raperda PPLE disebutkan, pengguna jalan yang melalui kawasan pengendalian lalu lintas secara elektronik dikenakan tarif layanan PPLE.

Adapun penerimaan dari tarif layanan PPLE itu juga diatur dalam Raperda tersebut. Berdasarkan bunyi pasal 17 ayat 1 disebutkan, penerimaan dari layanan akan dimanfaatkan untuk biaya penyelenggaraan PPLE.

Baca juga: Tarif Sistem Jalan Berbayar di Jakarta Belum Final, Pengamat: Sebaiknya Disesuaikan dengan Tingkat Kepadatan Lalu Lintas

Selain itu, penerimaan dari layanan itu juga bakal dimanfaatkan untuk peningkatan fasilitas pejalan kaki dan pengguna sepeda.

"Pemanfaatannya (juga) untuk peningkatan pelayanan angkutan umum dan peningkatan kinerja lalu lintas," tulis Raperda PPLE Pasal 17 Ayat 1 huruf c dan d.

Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan penerimaan dari penyelenggaraan Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik nantinya bakal diatur dalam Peraturan Gubernur.

Dinilai sulit dapat dukungan masyarakat

Djoko memandang sistem jalan berbayar ini merupakan kebijakan yang tidak populer karena berpotensi mendapatkan pertentangan dari masyarakat.

"Kebijakan model begini biasanya tidak disukai masyarakat. Namanya disuruh membayar, mereka mana ada yang mau, kan?" tutur Djoko.

Baca juga: Polda Metro Dukung Pemprov DKI Terapkan Sistem Jalan Berbayar Elektronik untuk Atasi Kemacetan

Menurut Djoko kebijakan ini kemungkinan hanya didukung oleh kelompok masyarakat yang peduli transportasi dan lingkungan saja, selebihnya akan menolak.

"Sehingga, hanya gubernur yang tidak peduli popularitas saja yang berani melaksanakan (ERP) atau kalau ada undang-undang yang wajibkan gubernur untuk terapkan itu," kata Djoko.

Menurut Djoko, selama ini gagasan kebijakan di Ibu Kota sudah banyak yang bagus. Namun, pada saat melakukan eksekusi, banyak yang tidak berani karena alasan politis atau berisiko tak dipilih lagi.

"Kebijakan ini memang hanya bisa dilakukan gubernurnya saat ini (Heru Budi Hartono). Mumpung dia (Heru) adalah Penjabat Gubernur," kata Djoko.

Baca juga: Mengenal ERP atau Jalan Berbayar Elektronik, Daftar Jalan yang Diterapkan hingga Tarifnya

Harus ada uji coba

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan penerapan ERP masih perlu diuji coba dulu secara bertahap.

Uji coba itu bertujuan untuk mengamati efektivitas ERP dalam membatasi kendaraan pribadi dan mengurangi kemacetan lalu lintas secara signifikan sebelum diterapkan secara keseluruhan.

"Sosialisasi yang masif ke masyarakat Jakarta dan luar jakarta sangat diperlukan agar tidak mendapatkan resistensi dari masyarakat luas," ujar Nirwono kepada Kompas.com, Selasa (10/1/2022).

Dengan demikian, kata Nirwono, warga Jakarta dan sekitarnya didorong beralih naik transportasi publik. Namun, Nirwono mengingatkan hal penting agar kebijakan itu efektif.

"Pemprov DKI juga harus mempercepat penyediaan transportasi publik yg memadai, terpadu, dan terjangkau," ujar Nirwono.

Baca juga: Agar Jalan Berbayar Elektronik atau ERP di Jakarta Efektif, Pakar: Penyediaan Transportasi Publik Juga Mesti Dikebut

Menurut Nirwono, selama biaya transportasi publik masih lebih mahal dibandingkan pengeluaran kendaraan pribadi, terutama motor, maka akan sulit mendorong masyarakat beralih ke transportasi publik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

Megapolitan
Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Megapolitan
Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Megapolitan
Ketakutan Pengemudi 'Online' Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Ketakutan Pengemudi "Online" Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Megapolitan
KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

Megapolitan
Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Megapolitan
Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Megapolitan
Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Megapolitan
Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Megapolitan
Mau Jadi Cawalkot Depok, Sekda Supian Suri Singgung Posisinya yang Tak Bisa Buat Kebijakan

Mau Jadi Cawalkot Depok, Sekda Supian Suri Singgung Posisinya yang Tak Bisa Buat Kebijakan

Megapolitan
Menguak Penyebab Kebakaran Toko 'Saudara Frame' yang Memerangkap Tujuh Penghuninya hingga Tewas

Menguak Penyebab Kebakaran Toko "Saudara Frame" yang Memerangkap Tujuh Penghuninya hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com