Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak ERP, Pengemudi Ojol: Pikirkan Nasib Driver yang Dapat Pesanan di Jalan Berbayar

Kompas.com - 21/01/2023, 06:21 WIB
Nabilla Ramadhian,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengemudi ojek daring menolak jika pengendara sepeda motor bakal dikenai tarif layanan sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP).

Sebab, kebijakan ini dirasa dapat merugikan mereka lantaran memengaruhi pendapatan sehari-hari.

"Coba dipikirkan lagi gimana nanti nasib driver yang harus lewat jalan yang ada sistem ERP-nya," ucap Uus (28), salah satu pengemudi ojek daring saat ditemui di Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu (18/1/2023).

Baca juga: Pengendara Motor Dipastikan Akan Dikenai Tarif Jalan Berbayar atau ERP di Jakarta

Uus, sudah bekerja sebagai pengemudi ojek daring sejak 2021, mengungkapkan bahwa rata-rata pendapatan hariannya adalah Rp 120.000.

"Hitunglah minimal Rp 5.000 per masuk jalan berbayar. Kalau harus lewat sebanyak 10 kali sehari, berarti saya habis Rp 50.000 cuma buat bayar ERP aja," terang dia.

Pengemudi ojek daring lainnya, Ari (24) juga turut mengkritisi rencana penerapan ERP.

Ia menilai kebijakan ERP belum cocok diterapkan di Jakarta.

"Apalagi dengan tarif sebesar Rp 5.000-Rp 19.000 untuk sekali jalan, untuk motor, ini sangat lah berat, terutama untuk para ojol (ojek online)," ujarnya ditemui di Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo.

Baca juga: Dishub DKI Sebut Jalan Berbayar Jadi Cara Holistik untuk Memecah Kemacetan

Ari menambahkan, sepengetahuannya, setiap kendaraan harus memiliki On Board Unit (OBU) untuk melintasi jalur dengan ERP.

Ia pun mempertanyakan sistem pembelian dan pemasangan OBU.

"Apakah pengendara harus beli sendiri? Atau disubsidi? Atau gratis? Gimana pemasangan dan dimensi barangnya?" tutur Ari.

"Kecuali pemerintah punya mekanisme alat yang lain, yang pasti tidak akan memakan biaya yang sedikit," sambung dia.

Baca juga: Daftar 25 Jalan di Jakarta yang Bakal Diterapkan Sistem Jalan Berbayar

Harusnya, terang Ari, pemerintah memperkuat transportasi publik terlebih dulu yang sudah dipastikan bisa efektif mengatasi macet.

Ia menilai sistem ERP masih belum terbukti efisiensinya, dan dirasa hanya akan menambah masalah dan kerumitan baru.

Ari merasa sistem ERP ini hanya akan memindahkan kemacetan dari satu titik ke titik lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

500 Siswa SMA Ikut Pesantren Kilat di Kapal Perang KRI Semarang

500 Siswa SMA Ikut Pesantren Kilat di Kapal Perang KRI Semarang

Megapolitan
Soal Peluang Maju Pilkada DKI, Heru Budi: Hari Esok Masih Penuh Misteri

Soal Peluang Maju Pilkada DKI, Heru Budi: Hari Esok Masih Penuh Misteri

Megapolitan
Sopir Truk Akui Kecelakaan di GT Halim karena Dikerjai, Polisi: Omongan Melantur

Sopir Truk Akui Kecelakaan di GT Halim karena Dikerjai, Polisi: Omongan Melantur

Megapolitan
Sebelum Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR, Petugas Sudah Pernah Tegur Pelaku Pungli

Sebelum Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR, Petugas Sudah Pernah Tegur Pelaku Pungli

Megapolitan
Sudah 1,5 Tahun Kompolnas dan Polisi Belum 'Update' Kasus Kematian Akseyna

Sudah 1,5 Tahun Kompolnas dan Polisi Belum "Update" Kasus Kematian Akseyna

Megapolitan
Ucap Syukur Nelayan Kamal Muara kala Rumahnya Direnovasi Pemprov DKI

Ucap Syukur Nelayan Kamal Muara kala Rumahnya Direnovasi Pemprov DKI

Megapolitan
Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Rekonstruksi Kasus Penembakan Ditunda sampai Gathan Saleh Sehat

Megapolitan
Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Buntut Pungli Sekelompok Orang, Dinas Bina Marga DKI Tutup Celah Trotoar Dekat Gedung DPR

Megapolitan
Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Warga Bogor Tertipu Penjual Mobil Bekas di Bekasi, padahal Sudah Bayar Lunas

Megapolitan
Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Gandeng Swasta, Pemprov DKI Renovasi 10 Rumah Tak Layak Huni di Kamal Muara

Megapolitan
Singgung 'Legal Standing' MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Singgung "Legal Standing" MAKI, Polda Metro Jaya Sebut SKT sebagai LSM Sudah Tak Berlaku

Megapolitan
Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Penyidikan Aiman Witjaksono Dihentikan, Polisi: Gugur karena Tak Berkekuatan Hukum

Megapolitan
Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Belum Tahan Firli Bahuri, Kapolda Metro Terapkan Prinsip Kehati-hatian

Megapolitan
Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Dishub DKI Jaga Trotoar di Jakpus yang Dimanfaatkan Sekelompok Orang Tarik Bayaran Pengendara Motor

Megapolitan
Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Oknum Anggota TNI Pengeroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus Bukan Personel Kodam Jaya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com