JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengemudi ojek daring menolak jika pengendara sepeda motor bakal dikenai tarif layanan sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP).
Sebab, kebijakan ini dirasa dapat merugikan mereka lantaran memengaruhi pendapatan sehari-hari.
"Coba dipikirkan lagi gimana nanti nasib driver yang harus lewat jalan yang ada sistem ERP-nya," ucap Uus (28), salah satu pengemudi ojek daring saat ditemui di Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu (18/1/2023).
Baca juga: Pengendara Motor Dipastikan Akan Dikenai Tarif Jalan Berbayar atau ERP di Jakarta
Uus, sudah bekerja sebagai pengemudi ojek daring sejak 2021, mengungkapkan bahwa rata-rata pendapatan hariannya adalah Rp 120.000.
"Hitunglah minimal Rp 5.000 per masuk jalan berbayar. Kalau harus lewat sebanyak 10 kali sehari, berarti saya habis Rp 50.000 cuma buat bayar ERP aja," terang dia.
Pengemudi ojek daring lainnya, Ari (24) juga turut mengkritisi rencana penerapan ERP.
Ia menilai kebijakan ERP belum cocok diterapkan di Jakarta.
"Apalagi dengan tarif sebesar Rp 5.000-Rp 19.000 untuk sekali jalan, untuk motor, ini sangat lah berat, terutama untuk para ojol (ojek online)," ujarnya ditemui di Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo.
Baca juga: Dishub DKI Sebut Jalan Berbayar Jadi Cara Holistik untuk Memecah Kemacetan
Ari menambahkan, sepengetahuannya, setiap kendaraan harus memiliki On Board Unit (OBU) untuk melintasi jalur dengan ERP.
Ia pun mempertanyakan sistem pembelian dan pemasangan OBU.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.