JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus campak di dalam negeri kembali naik efek pandemi Covid-19 selama 2 tahun terakhir.
Fokus pemerintah yang teralihkan sepenuhnya untuk mengatasi pandemi, membuat target imunisasi turun signifikan, khususnya di luar Jawa Bali.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, capaian imunisasi dalam program Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN), hanya mencapai 60,13 persen dari target 95 persen di luar Jawa-Bali pada tahun 2022.
Baca juga: Kemenkes: 58 Persen Kasus Konfirmasi Campak Diderita Anak yang Belum Imunisasi
Imunisasi tambahan campak-rubella ini menyasar 17.827.803 orang di luar provinsi itu. Sementara di provinsi Jawa-Bali, capaiannya 9.241.793 orang atau 98 persen dari target 95 persen.
Total, cakupan imunisasi tambahan campak - rubella dalam program BIAN secara nasional mencapai 72,7 persen atau 26.529.596 orang.
Kasus meningkat 32 kali lipat
Rendahnya cakupan imunisasi ini lantas membuat kasus campak merebak di Tanah Air sepanjang tahun 2022.
Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prima Yosephine menyebut, jumlahnya meningkat 32 kali lipat dibanding tahun 2021.
Pada tahun lalu, dilaporkan 3.341 kasus konfirmasi campak di 223 kabupaten kota di 31 provinsi.
"Kalau kita bandingkan dengan keadaan di 2021, memang ada peningkatan yang begitu signifikan. Dibandingkan 2021 meningkat 32 kali lipat," kata Prima dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (21/1/2023).
Baca juga: Kemenkes: Semua Umur Harus Waspada, Campak Bisa Serang Orang Dewasa
Mayoritas tak dapat vaksinasi
Prima mengungkapkan, sebanyak 58 persen kasus konfirmasi campak tersebut diderita oleh anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi.
Sisanya, baru mendapat vaksin dua dosis atau hanya 1 dosis. Secara persentase, hanya 7 persen anak dari total kasus konfirmasi yang mendapat imunisasi campak dan rubella 2 dosis atau lebih, dan 5 persen yang mendapat 1 dosis.
Sedangkan sebanyak 30 persen lainnya tak diketahui status vaksinasinya.
"Beberapa tidak diketahui status imunisasinya, mungkin ibunya lupa menyimpan catatan riwayat vaksinasi anak, atau tidak ingat apa saja vaksin yang sudah didapatkan," ungkap Prima.
55 KLB
Munculnya kasus campak membuat pemerintah daerah (pemda) setempat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Berdasarkan laporan yang diterima Kemenkes, sudah ada 55 KLB sepanjang tahun lalu.
KLB tersebut terjadi di 34 kabupaten/kota di 12 provinsi.
Adapun sebuah wilayah ditetapkan KLB jika ada minimal 2 kasus campak yang sudah terkonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium dan memiliki kaitan epidemiologi.
Baca juga: Daftar 55 KLB Campak di Indonesia, Tersebar di 12 Provinsi
Fenomena ini lantas membuat target eliminasi penyakit campak dan rubella tahun 2023 sulit tercapai.
Pemerintah sejatinya punya target untuk mengeliminasi dua penyakit menular itu di tahun 2023.
Eliminasi ini dilakukan dengan capaian imunisasi yang tinggi dan merata, serta surveilans campak dan rubella dengan target discarded 2/100.000 penduduk
"Tahun ini sebetulnya mimpinya. Tapi dengan adanya kenaikan kasus campak di negara kita, tentu mimpi mencapai eliminasi menjadi agak sulit untuk merealisasikan tahun ini," jelas Prima.
Tetap waspada
Di sisi lain, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi meminta masyarakat semua umur tetap waspada pada penularan campak.
Tak bisa dipungkiri, kasus ini juga bisa menyerang orang dewasa, meski kasus biasanya didominasi anak-anak.
Baca juga: 4 Cara Mencegah Campak pada Anak, Orangtua Perlu Tahu
Masyarakat bisa menghindari anak-anak maupun orang dewasa lain yang sudah tertular lebih dulu, mengingat campak bisa menyebar lewat angin dan droplet.
Masa penularan campak terjadi sejak 4 hari sebelum timbul bercak kemerahan pada kulit (rash) sampai 4 hari setelah timbul rash. Puncak penularan terjadi saat gejala awal (prodromal), yaitu pada masa 1-3 hari pertama sakit.
"Semua umur harus waspada. Dewasa juga bisa terserang, tapi paling banyak pada anak usia kurang dari 5 tahun," kata Nadia di hari yang sama.
Berikut ini daftar 53 KLB campak sepanjang 2022:
1. Provinsi Sumatera Barat
Kabupaten Tanah Datar (2 kasus campak)
Kabupaten Agam (3 kasus campak)