JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin mengatakan, aksi demonstrasi yang digelar Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di depan Gedung DPR/MPR, berlangsung kondusif.
Komarudin memperkirakan, ada sekitar puluhan ribu massa yang berkumpul di kawasan itu sejak Rabu (25/1/2023) pagi.
"Hasil pantauan kami sekitar 10.000 sampai 20.000 massa yang hadir. Alhamdulillah sampai dengan detik ini berjalan dengan tertib, kondusif," ungkap Komarudin saat ditemui di depan Gedung DPR/MPR.
Kendati saat demonstrasi terjadi aksi dorong-mendorong, Komarudin memastikan hal itu tak memengaruhi aksi damai tersebut.
Baca juga: Demo Perangkat Desa Se-Indonesia, Tuntut Masa Kerja sampai Usia 60 Tahun
"Sejauh ini masih kategori kondusif ya, itu hal yang biasa, gimmick, atau mereka yang menunggu terlalu lama di luar mengharapkan diskusi di dalam tadi lebih cepat. Tapi relatif kondusif," imbuh Komarudin.
Massa PPDI, lanjut Komarudin, langsung membubarkan diri setelah mendengar respons dari Herman Khaeron anggota Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat dan Muhammad Toha dari Fraksi PKB atas tuntutan yang disampaikan.
Komarudin menyebut, pihaknya sempat mengalihkan arus lalu lintas imbas aksi demonstrasi mengingat massa yang cukup banyak.
"Tadi sempat ada pengalihan arus lalu lintas, namun itu merupakan rencana pengamanan dan konsep pengamanan yang kami buat agar seluruhnya bisa berjalan," pungkas Komarudin.
Baca juga: Dua Motor Adu Banteng dalam Kecelakaan Maut di Depok, Salah Satu Pengendara Tewas
Ketua I Pengurus Pusat PPDI Cuk Suyadi membeberkan PPDI menuntut status perangkat desa apakah termasuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasalnya, status antara perangkat desa dengan PPPK maupun ASN berbeda.
"Dalam Undang-undang kepegawaian Nomor 5 Tahun 2014 tentang PNS, itu PNS hanya ada dua yaitu ASN sama PPPK. Harapan teman-teman, untuk perangkat desa ini masuk ke dalam unsur kepegawaian," ujar Suyadi.
Kedua, menuntut kesejahteraan perangkat desa termasuk tunjangan. Suyadi menerangkan, bahwa selama ini perangkat desa tak mendapatkan penghasilan tetap (siltap) sesuai PP 11 tahun 2019. Menurutnya, siltap yang didapatkan kepala desa maupun perangkat desa di sejumlah wilayah masih kurang dari ketetapan dalam PP tersebut.
"Di luar kabupaten di daerah masing-masing, perangkat ada yang menerima hanya Rp 900.000, ada yang menerima Rp 800.000 harus sama itu semestinya (dengan PP 11 tahun 2019)," jelas Suyadi.
Pembayaran tersebut, kata dia, harus dikirimkan langsung dari pemerintah pusat. Selama ini, siltap tersebut dimasukkan dalam alokasi dana desa.
"Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa (harus) langsung dari pusat, dari APBN tanpa dicampur dengan anggaran-anggaran lain," sebutnya.
Ketiga, menuntut kesejahteraan perangkat desa yang purnatugas. Mereka mengaku tak mendapatkan pensiunan setelah menyelesaikan tugasnya. Oleh sebab itu, PPDI menuntut agar perangkat desa mendapatkan kejahteraan purnatugas.
Keempat, menuntut masa kerja perangkat desa maksimal berusia 60 tahun.
Massa menolak keras wacana masa kerja perangkat desa disamakan dengan kepala desa, yakni sembilan tahun.
"Ketika kepala desa itu berhenti, kalau itu dikabulkan sembilan tahun maka usia atau jabatan perangkat desa juga sembilan tahun, seperti kabinet," papar Suyadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.