Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat PKL Kota Tua Jakarta Pilih Kucing-Kucingan dengan Satpol PP demi Dapat Cuan Lebih Banyak...

Kompas.com - 01/02/2023, 11:23 WIB
Ellyvon Pranita,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pedagang kaki lima (PKL) kawasan wisata Kota Tua Jakarta lebih memilih kucing-kucingan dengan petugas daripada berjualan di tempat yang telah disediakan.

Sebab, tempat yang telah disediakan, yakni lokasi binaan (lokbin) di Taman Kota Intan, Tamansari, Jakarta Selatan, sepi dari pembeli.

Mereka menghindari untuk direlokasi ke lokbin yang disediakan khusus untuk para PKL karena lokasinya jauh dari kawasan wisata Kota Tua Jakarta, sekitar 500-600 meter.

Selain itu, area lokbin tersebut dinilai tidak begitu strategis untuk berjualan. Banyak keluh kesah PKL Kota Tua Jakarta mengenai sterilisasi kawasan wisata itu.

Kucing-kucingan dengan petugas

Para PKL yang dilarang berjualan di kawasan wisata Kota Tua Jakarta lebih memilih berjualan kucing-kucingan daripada pindah ke lokbin di Taman Kota Intan.

Salah satu PKL yang disuruh pindah ke lokbin adalah Dewi (48). Ia merupakan pedagang minuman yang sudah berjualan hampir 10 tahun di kawasan wisata Kota Tua Jakarta.

Menurut Dewi, ia dan beberapa PKL lainnya lebih memilih berjualan di depan Jalan Cengkeh. Itu adalah jalan masuk ke arah lokbin di Taman Kota Intan.

"Jauh kalau mau pindah ke lokbin. Jadi ya mending kami kucing-kucingan, istilahnya begitu, dengan petugas," ujar Dewi, Minggu (29/1/2023).

Baca juga: Mengeluh Jualan di Lokbin Kota Tua, PKL: Sepi Banget, Sehari Pernah Cuma Dapat Rp 20.000

Di sepanjang Jalan Cengkeh itu, berderet sejumlah ruko atau toko. Dewi dan sejumlah pedagang lainnya berjualan di pinggir Jalan Cengkeh mulai sore hingga malam hari, saat toko-toko itu sudah ditutup.

Namun, saat akhir pekan dan hari libur, mereka bisa berjualan dari pagi karena deretan toko di sana tutup sejak pagi.

Berdasarkan pengakuan Dewi, selama lima bulan berjualan di sana, mereka sesekali ditegur oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Saat ditegur, para PKL akan bergeser ke tempat lain dan kembali lagi ke sana saat petugas sudah tidak berjaga.

Baca juga: PKL di Kota Tua Pilih Kucing-kucingan dengan Petugas Ketimbang Pindah ke Lokasi Binaan

Hal ini juga disampaikan oleh Syarif (37), seorang pedagang telur gulung di lokasi yang sama.

Syarif menceritakan, mereka memilih pindah berdagang di sepanjang Jalan Cengkeh karena lokasinya tidak begitu jauh dari tempat mereka berjualan sebelumnya.

Mereka sebelumnya berjualan di sepanjang jalan raya belakang Kantor Pos Indonesia, Kota Tua Jakarta, tepat di seberang Jalan Cengkeh.

"Ya kalau bareng-bareng mah aman, ini kan kami ramai. Jadi kalau mau disuruh geser, mereka (Satpol PP) negur dulu, enggak langsung menyita, kecuali kami jualannya ke sana (area steril) lagi," ujar dia.

Jika pun diangkut secara paksa, kata Syarif, gerobak dagangan para PKL biasanya dikembalikan asal pedagang yang bersangkutan membuat surat pernyataan untuk tidak lagi berdagang di tempat yang dilarang.

Omzet PKL menurun

Sejak lima bulan disuruh pindah dari kawasan wisata Kota Tua Jakarta, para PKL mengalami penurunan omzet.

Dewi, Syarif, bersama para PKL lainnya awalnya berjualan di belakang Kantor Pos Indonesia, Dasaad Musin Building, hingga Halte Jakarta Kota.

Dewi mengatakan, wilayah tersebut begitu strategis. Area depan Kantor Pos Indonesia berhadapan dengan ikon terkenal kawasan Kota Tua Jakarta, yakni Museum Fatahillah.

Sementara itu, area belakang Gedung Kantor Pos Indonesia sampai halte transjakarta berada di pinggir jalan raya.

Namun, area tersebut kini dijadikan kawasan steril dari PKL. Para PKL pun berusaha mencari celah agar bisa tetap berjualan di sekitar sana dengan membuka lapak di Jalan Cengkeh.

Jalan Cengkeh tepat berada di seberang jalan area belakang Gedung Kantor Pos Indonesia.

“Mending di sana sih, ramai, kalau di sini sepi, paling ramai Sabtu-Minggu doang, sama liburan,” ujar Dewi.

Baca juga: Cerita PKL Kota Tua Sepi Pembeli sejak Pindah Lokasi: Padahal Dulu Mudah Dapat Rp 100.000...

Dewi pun membandingkan penghasilan yang ia dapat sehari-hari saat berjualan di Jalan Cengkeh dengan di area sebelumnya.

Menurut dia, dahulu cukup mudah untuk mendapatkan uang Rp 100.000, bahkan pada hari kerja Senin-Jumat.

Pada hari libur atau akhir pekan, omzet penjualan beragam jenis es yang dijajakannya bisa mencapai Rp 300.000 bahkan Rp 1 juta jika pengunjung Kota Tua Jakarta sedang ramai-ramainya.

"Sekarang boro-boro, pernah sehari cuma dapat enggak sampai Rp 100.000, kalau di sana (area belakang Gedung Kantor Pos Indonesia Kota Tua Jakarta), istilahnya itu dapat cepek (Rp 100.000) gampang gitu,” jelas Dewi.

Baca juga: Petugas Satpol PP Terus Berjaga, Kawasan Kota Tua Jakarta Steril dari PKL

Tidak hanya Dewi, Syarif juga merasakan hal yang sama.

"Iya memang beda sih, tapi di sini juga kalau semuanya (semua PKL) berjualan di situ semua ya ramai, soalnya mau tak mau pengunjungnya kemari (Jalan Cengkeh),” kata Syarif.

Lokasi lokbin jauh dan sepi

Seperti disebutkan sebelumnya, PKL kawasan wisata Kota Tua Jakarta sebenarnya telah disediakan tempat berjualan di lokbin di Taman Kota Intan.

Namun, karena area itu terlalu jauh dari kawasan Kota Tua dan sepi pengunjung, para PKL lebih memilih berjualan di tempat yang lebih dekat meski harus menerima terus-menerus ditegur petugas.

Tujuannya tak lain demi mendapat penghasilan lebih banyak dibandingkan berjualan di lokbin, meski nyatanya tetap tak sebanyak saat berdagang di kawasan Kota Tua.

Sementara itu, salah satu PKL yang tetap berjualan di lokbin adalah Sunarti Sun (26). Sun mulai berjualan di sana sejak pertengahan 2022.

Menurut wanita yang akrab disapa Sunsun itu, berjualan di lokbin seperti hanya untuk bertahan hidup, bukan mencari keuntungan.

"Sehari malah pernah cuma dapat uang Rp 20.000 aja jualan di sini, cuma buat nyambung kehidupan," kata Sunsun di lapak jualannya, Minggu (29/1/2023).

Baca juga: Satpol PP Jakbar Klaim Kawasan Kota Tua Steril dari PKL Sejak Dua Pekan Lalu

Sunsun menceritakan, para pedagang yang berjualan di lokbin awalnya cukup banyak.

Namun, karena sepi, satu per satu dari PKL itu pun pindah ataupun berhenti berdagang karena bangkrut.

Sebab, kata Sunsun, meski pendapatannya tidak menentu, tetapi para pedagang tetap harus membayar biaya listrik dan sewa tempat jualan.

Untuk tempat dengan luas sekitar 3x3 meter tanpa dinding dan rolling door, para pedagang mesti membayar uang sewa Rp 120.000 per bulan dan biaya listrik Rp 60.000 per bulan.

Menurut Sunsun, meski biaya sewa dan listrik itu murah bagi sebagian orang, tetapi bagi dia yang tinggal di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, biaya itu tidak cukup untuk ongkos perjalanannya.

Bahkan, tak jarang Sunsun lebih sering tidur atau menginap di lokasi sewaan pedagang lainnya yang sudah tidak dipakai lagi, untuk menghemat ongkos.

"Kalau aku sih malah akhir-akhir sering tidur di sini (lokbin sewaan orang lain) daripada pulang, karena kalau lagi cuma dapat Rp 20.000 itu untuk ongkos hari itu aja enggak cukup," tutur Sunsun.

Sunsun bercerita, ia hanya bisa mendapatkan uang dalam sehari sekitar Rp 300.000 hingga Rp 1 juta saat pengunjung membeludak atau ada acara komunitas atau instansi yang diselenggarakan di lokbin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Hanya Chandrika Chika, Polisi juga Tangkap Atlet E-Sport Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Tak Hanya Chandrika Chika, Polisi juga Tangkap Atlet E-Sport Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK, KPU Depok Butuh 55 Orang untuk di 11 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK, KPU Depok Butuh 55 Orang untuk di 11 Kecamatan

Megapolitan
Selebgram Chandrika Chika Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkotika

Selebgram Chandrika Chika Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkotika

Megapolitan
Polisi Sebut Korban Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Derita Kerugian Puluhan Juta

Polisi Sebut Korban Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Derita Kerugian Puluhan Juta

Megapolitan
Sambut Pilkada DKI dan Jabar, PAN Prioritaskan Kadernya Maju di Pilkada 2024 Termasuk Zita Anjaini

Sambut Pilkada DKI dan Jabar, PAN Prioritaskan Kadernya Maju di Pilkada 2024 Termasuk Zita Anjaini

Megapolitan
Air di Rumahnya Mati, Warga Perumahan BSD Terpaksa Mengungsi ke Rumah Saudara

Air di Rumahnya Mati, Warga Perumahan BSD Terpaksa Mengungsi ke Rumah Saudara

Megapolitan
Pria Tewas di Kamar Kontrakan Depok, Diduga Sakit dan Depresi

Pria Tewas di Kamar Kontrakan Depok, Diduga Sakit dan Depresi

Megapolitan
Polisi Periksa Empat Saksi Terkait Kasus Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina

Polisi Periksa Empat Saksi Terkait Kasus Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mangkir dari Panggilan Polisi

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mangkir dari Panggilan Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Menyesal dan Minta Maaf ke Keluarga Korban

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Menyesal dan Minta Maaf ke Keluarga Korban

Megapolitan
Terjerat Kasus Penistaan Agama, TikTokers Galihloss Terancam 6 Tahun Penjara

Terjerat Kasus Penistaan Agama, TikTokers Galihloss Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Banyak Warga Jakarta Disebut Belum Terima Sertifikat Tanah dari PTSL

Banyak Warga Jakarta Disebut Belum Terima Sertifikat Tanah dari PTSL

Megapolitan
Heru Budi Minta Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel Terhadap Perekonomian Jakarta

Heru Budi Minta Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel Terhadap Perekonomian Jakarta

Megapolitan
Agusmita Terancam 15 Tahun Penjara karena Diduga Terlibat dalam Kematian Kekasihnya yang Sedang Hamil

Agusmita Terancam 15 Tahun Penjara karena Diduga Terlibat dalam Kematian Kekasihnya yang Sedang Hamil

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com