ARTIKEL ini membahas kepemimpinan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Kepemimpinan beliau menarik untuk diulas, sebab selama lebih dari 100 hari menunjukkan kinerja positif melalui sejumlah terobosan sebagaimana dilansir dari berbagai media.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kepemimpinan Pj Heru Budi Hartono juga menuai banyak kritik.
Berita hangat terbaru adalah keberhasilan beliau dalam mengerjakan sodetan Kali Ciliwung yang mangkrak selama 6 tahun terakhir.
Presiden Jokowi mengaku terkejut dengan prestasi Heru Budi dalam mengeksekusi proyek yang tidak mudah diselesaikan ini karena terkendali pembebasan lahan.
Presiden terkagum dengan keberhasilan beliau dalam melakukan pekerjaannya yang nantinya akan mengurangi banyak sekali wilayah banjir di Jakarta.
Saat ini kemajuannya sudah mencapai 77 persen dan diperkirakan dapat berfungsi sepenuhnya pada April 2023.
Terlepas dari berbagai kritik yang berupaya menunjukkan bahwa keberhasilan proyek itu bukanlah semata prestasi Heru Budi Hartono, tetapi juga karena upaya Gubernur DKI sebelumnya. Namun kita melihat beliau-lah yang berhasil membereskan deadlock proyek tersebut.
Tatkala mengamati kinerja Heru Budi, penulis tertarik untuk mengupasnya dari sisi teori kepemimpinan. Ketertarikan ini yang pertama karena dalam berbagai studi kepemimpinan membedakan antara peranan manajer dan peranan pemimpin.
Sedangkan jika kita melihat profil dan kinerja Heru Budi yang dinilai baik, sulit untuk memisahkan peranannya sebagai manajer dan pemimpin.
Penulis sebagai seorang dosen yang mengajarkan kepemimpinan di salah satu universitas berpendapat bahwa pemisahan secara total peranan tersebut ambigu dan kurang konstruktif dalam mengembangkan efektivitas kepemimpinan.
Sepak terjang Heru Budi jelas membantah dikotomi manajer dan pemimpin tersebut.
Kedua, dalam artikel ini akan diulas mengenai signifikansi keterampilan manajer dan pemimpin dalam sebuah kepemimpinan.
Dalam karyanya “On Becoming a Leader”, Warren Bennis membedakan peranan dari seorang manajer dan pemimpin yang terkenal dengan istilah: “A manager does the things right and Leaders do the right thing.”
Kemudian membedakan bahwa manajer itu meniru keberhasilan orang lain, sedangkan pemimpin otentik.
Manajer menjalankan status quo dan pemimpin menantang status quo. Lalu tugas manajer adalah memelihara, sedangkan pemimpin mengembangkan.
Selain itu, seorang manajer hanya punya cara pandang jangka pendek dan pemimpin memiliki cara pandang yang lebih jauh.
Beberapa karakteristik ini jika tidak dipahami dengan proporsional tentunya akan mengaburkan peranan pemimpin yang jelas membutuhkan keduanya.
Penulis setuju dengan pandangan Bennis bahwa pemimpin tidak boleh hanya berhenti menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan sudut pandang manajer.
Namun sayangnya, berbagai pembelajaran kepemimpinan salah kaprah dengan mengajarkan bahwa seorang pemimpin berbeda dengan manajer dan seakan menomor duakan skill manajerial dalam menjalankan kepemimpinan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.