Jika kita menelusuri cara kerja Heru Budi, maka jelas tidak mudah untuk memisahkan antara kepiawaiannya dalam mengelola tugas dan tanggung jawabnya dengan efektivitas kepemimpinannya.
Mengelola dan mengerti sistem dalam sebuah tugas jelas merupakan bagian penting sekali dalam kepemimpinan. Tentunya sulit membayangkan seorang pemimpin yang gagap dalam memahami esensi tugas timnya, tetapi piawai dalam memengaruhi pengikutnya.
Jelas pemimpin perlu punya pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan sesuai natur tugas dari timnya.
Pemimpin yang tidak menguasai data dan mengerti apa yang harus dikerjakan oleh timnya akan sulit menggerakkan bawahannya sebab mereka akan menilai pemimpinnya tidak tahu kesulitan maupun cara yang tepat dalam mengelola tugas bawahannya.
Memang seorang pemimpin tidak harus memiliki pengetahuan dan skill expertise yang tinggi sebagaimana bawahannya yang memang berfokus di bagian tertentu. Namun, pemimpin mesti mengerti cara kerja bagian-bagian yang dipimpinnya.
Rekam jejak Heru Budi saat ini jelas menunjukkan bahwa beliau menguasai bidang birokrasi pemerintahan dan manajemen.
Melalui riwayat pendidikan dan jabatan yang diembannya, publik bisa menilai bahwa beliau kenyang dengan asam garam pengaturan tata kota.
Sejak 1993, beliau sudah menjadi Staf Khusus Wali Kota Jakarta Utara, kemudian pernah menjadi Kasubag Sarana dan Prasarana Kota Jakarta Utara dan pernah menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Utara dan terakhir sebelum menggantikan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, beliau adalah Kepala Sekretariat Presiden RI.
Terkait jabatan terakhir ini, ada sentimen negatif dari berbagai pihak yang menyatakan bahwa Heru Budi adalah “orangnya” Jokowi.
Sentimen demikian tentunya kurang tepat dalam menilai kinerja sebuah kepemimpinan dan cenderung bernuansa politis.
Penilaian dalam lensa politis ini, misalnya, kita dapati ketika publik banyak membandingkan profil kepemimpinan Heru Budi dengan Anies Baswedan dengan menyebut sebagai antitesa kepemimpinan Anies Baswedan.
Penulis berpendapat bahwa upaya kemajuan bangsa sedapat mungkin bisa dilepaskan dari arena politik dan berfokus pada kinerja yang telah dikerjakan pemimpin.
Dalam berbagai laporan media jelas bahwa Heru Budi berhasil menuntaskan berbagai problem banjir dengan upaya pengerukan lumpur dan normalisasi sungai di berbagai wilayah Jakarta.
Bukan hanya itu, beliau juga serius dalam mengurai problem akut kemacetan Jakarta dengan menggenjot transportasi massal seperti MRT dan LRT.
Kemudian beliau juga fokus membangun proyek tanggul laut raksasa di Jakarta Utara untuk menanggulangi problem tenggelamnya Kota Jakarta.
Lantas beliau juga bergerak dalam membangun National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang diharapkan dapat mendongkrak perekonomian di pesisir Jakarta.
Dari berbagai laporan ini, nyata bahwa beliau peduli dan bekerja untuk kesejahteraan dan kedamaian penduduk di Jakarta. Kinerja beliau tidak dapat dilepaskan dari skill piawai beliau dalam penataan kota yang telah dipelajarinya selama ini.
Studi kepemimpinan acap kali menekankan bahwa soft skill lebih penting daripada hard skill dalam efektivitas kepemimpinan.
Soft skill dalam kepemimpinan, misalnya, komunikasi yang efektif, memotivasi bawahan dan adaptif dengan perubahan. Hard skill adalah keterampilan yang diperoleh dalam bidang tertentu melalui pelatihan, pendidikan dan pengalaman kerja.