Kedua kemampuan ini tentu dibutuhkan dalam kepemimpinan yang efektif. Memengaruhi orang lain sebagai bagian esensial dari kepemimpinan tentu juga memerlukan penguasaan bidang tertentu sesuai jabatan yang diembannya.
Pemisahan kemampuan manajer dan pemimpin tentunya kurang produktif dalam membangun kepemimpinan. Dengan kata lain, seorang pemimpin seyogyanya mampu “does the things right” dan “do the right thing”.
Belakangan ini ada upaya untuk membuat perbedaan yang mengkontraskan antara signifikansi soft skill dan hard skill dalam kepemimpinan, seakan keduanya berkompetisi satu sama lain. Padahal keduanya jelas signifikan dan saling melengkapi dalam kepemimpinan.
Hard skill seringkali diidentikkan dengan keterampilan manajer, misalnya, dalam melakukan analisis ekonomi dan perencanaan strategis jangka pendek serta menengah, manajemen waktu serta berbagai keterampilan teknis.
Sedangkan soft skill seperti cara memotivasi dan membangun tim kerja yang solid dikaitkan dengan porsi kepemimpinan.
Mantan CEO General Electric Jeffrey Immelt menandaskan bahwa pemimpin yang besar harus mampu melakukan hal-hal yang sulit-mengubah arah strategis, menghapus divisi yang dihargai sebelumnya, memecat bawahan-bawahan- dengan sentuhan yang cekatan.
Dalam kepemimpinan Heru Budi, beliau dengan sigap melakukan efisiensi Tim Gubernur untuk Percepatan Pembanguanan (TGUPP) DKI Jakarta dengan tidak memperpanjang jabatan tersebut setelah menganalisis efektivitas tim tersebut.
Namun beliau melakukannya dengan mempertimbangkan nasib anggota TGUPP yang berstatus PNS.
Dalam hal ini dan ulasan di atas, kita dapat melihat kesigapan, ketegasan dan empati beliau dalam kepemimpinan yang mengindikasikan beliau adalah sosok pemimpin yang skillful dalam urusan manajerial dan kepemimpinan.
Tatkala beberapa pihak menilai bahwa Pj Heru Budi Hartono sebagai “orangnya” Jokowi, penulis berpendapat bahwa anggapan tersebut ada benarnya sepanjang dilihat secara proporsional, bukan politis.
Sebab cara kerja beliau dengan Presiden Jokowi memang memiliki kemiripan di mana Presiden cekatan sigap, tidak pakai lama ketika mengerjakan tugasnya dan berfokus pada tanggung jawab utamanya sebagai aparatur negara yang bekerja untuk kesejahteraan bangsa.
Tatkala kita melihat kepemimpinan Presiden Jokowi, berbagai statement dan tindakan beliau berdasarkan penguasaan data lapangan yang seringkali dikerjakannya dengan “blusukan”.
Model kepemimpinan “blusukan” ini juga banyak dilakukan oleh para pemimpin besar di dunia yang bukan hanya memerintah, tetapi juga memantau di lapangan.
Melalui artikel ini, penulis berharap utamanya bukan menilai keberhasilan kepemimpinan beliau, tetapi menyadari signifikansi penguasaan keterampilan manajer dan pemimpin sehingga setiap pemimpin dapat mengembangkan dirinya dengan berimbang.
Menjadi seorang pemimpin bukan hanya dituntut untuk piawai memengaruhi orang lain, sekalipun itu penting. Namun menjadi pemimpin juga mesti terampil menguasai konteks, situasi dan paham natur pekerjaan bagian yang dipimpinnya.
Dengan demikian, pengaruh kepemimpinan akan lebih efektif dan hasilnya dapat terlihat dan diukur secara nyata.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.