JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menjelaskan alasan mengapa seorang whistleblower kerap mendapat perlawanan dari pihak yang merasa dirugikan jika sebuah kasus terkuak.
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, whistleblower adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
"Kebanyakan whistleblower punya potensi kerja yang baik dan komitmen yang tinggi pada organisasi. Kelemahan mereka cuma satu, yakni menolak ikut arus. Menentang kode senyap, yang kadung marak di dalam organisasi," ujar Reza secara tertulis, Selasa (7/2/2023).
Baca juga: Berencana Mundur dari Polri, Bripka Madih Masih Anggota Provost di Polsek Jatinegara
Hal ini berkaitan dengan kasus yang dialami Aipda HR dan Bripka Madih yang membahas soal pungli di institusi Polri.
Diketahui, Aipda HR mencoret tembok Mako Polres Luwu dengan tulisan “Sarang Korupsi” dan “Sarang Pungli” karena keluarganya dikenakan biaya tinggi saat mengurus SIM.
Sementara Bripka Madih mengaku dimintai sejumlah uang oleh oknum penyidik Polda Metro Jaya ketika melaporkan peristiwa penyerobotan tanah yang dilakukan pihak pengembang perumahan pada 2011.
Saat bersuara soal dugaan pungli itu, Aipda HR tiba-tiba disebut mengidap gangguan jiwa.
Sementara itu, untuk Bripka Madih, tiba-tiba mencuat soal laporan dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilayangkan istri pertama dan istri keduanya.
Baca juga: Polisi Pastikan Tidak Ada Pemerasan terhadap Bripka Madih atas Laporan Penyerobotan Lahan pada 2011
Reza mengatakan keduanya bisa dikatakan whistleblower jika dugaan pungli yang disuarakan terbukti benar.
"Dua situasi di atas mirip dengan studi yang menemukan bahwa whistleblower kerap mendapat serangan balik dari sesama sejawat yang dirugikan, bahkan dari kantor tempatnya bekerja," kata dia.
Reza menilai, whistleblowing perlu disuburkan di internal kepolisian.
Sebab, yang paling memungkinkan untuk mengetahui adanya penyimpangan oleh anggota kepolisian adalah sesama anggota.
Menurut Reza, menjadi seorang whistleblower adalah tugas yang berat.
Baca juga: Dugaan Pemerasan oleh Penyidik Tak Terbukti, Bripka Madih Minta Maaf
Sebagian besar orang menolak untuk terbuka tentang skandal internal organisasinya karena khawatir akan tindakan balasan.
"Takut akan adanya pembalasan, baik serangan balik dari orang yang bikin skandal maupun pembalasan dari lembaga tempatnya bekerja," terang Reza.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.