TANGERANG, KOMPAS.com - Tim operasi bersama antara Direktorat Interdiksi Narkotika Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersama Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya masih mendalami peran seorang pria penyelundup kokain cair berinisial GPS (26).
GPS merupakan warga negara (WN) Brasil yang mengaku hanya akan berwisata ke Pulau Dewata, Bali.
Namun, ternyata GPS kedapatan membawa enam botol perlengkapan mandi miliknya yang diisi dengan kokain cair.
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta Gatot Sugeng Wibowo mengatakan, GPS tak kooperatif saat diperiksa.
"Dari Polda Metro Jaya tadi sudah menyampaikan, kami masih melakukan pengembangan lebih lanjut terkait dengan kasus ini," kata Gatot di Kantor Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta, Selasa (28/2/2023).
Baca juga: WNA Brazil Sembunyikan Kokain Cair di Botol Kemasan Sampo dan Obat Kumur
Menurut Gatot, GPS menyelundupkan kokain dengan cara yang tidak biasa. Pada umumnya, kokain kerap diselundupkan dalam bentuk serbuk halus.
Sementara itu, GPS menyelundupkan kokain dalam bentuk cair yang biasa dipakai sebagai bahan pembuatan kokain serbuk.
Menurut Gatot, sampai saat ini belum diketahui apakah GPS merupakan pengedar sekaligus peracik barang terlarang tersebut atau bukan.
Petugas masih mendalami kemungkinan GPS meracik kokain cair tersebut.
"(Sampai saat ini) enggak ngaku sih sebagai peracik juga atau tidak," ujar Gatot.
Baca juga: Modus Baru, WNA Berusaha Selundupkan Kokain Cair ke Indonesia
GPS mengaku datang ke Indonesia untuk bermain selancar di Bali. Namun, pihak imigrasi dan bea cukai tidak menemukan bukti rencana kunjungan GPS tersebut.
Dari tangan pelaku, pihak berwenang mengamankan barang bukti narkotika golongan 1 jenis kokain dalam bentuk cair dengan berat netto 2.030 mililiter.
"Kalau melihat dari jumlahnya tidak mungkin dipakai sendiri," jelas Gatot.
Baca juga: Petugas Butuh 2 Kali Tes untuk Deteksi Kokain Cair yang Diselundupkan WN Brazil
Gatot menyebutkan, penindakan ini ditaksir mampu menyelamatkan 10.150 orang generasi bangsa dan turut meminimalisasi biaya rehabilitasi kesehatan dari pemerintah sebesar Rp 21.061.250.000.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.