JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea, merasa kliennya diperlakukan tidak adil dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat yang menghadirkan Ahli Forensik Digital Polda Metro Jaya Rujit Kuswinoto, Kamis (2/3/2023).
Awalnya, ahli memaparkan soft copy percakapan Teddy dengan terdakwa lainnya bernama AKBP Dody Prawiranegara pada barang bukti ponsel yang telah disita. Percakapan itu berorientasi pada tindak pidana peredaran narkotika jenis sabu.
Usai ahli memaparkan keterangannya, Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih mempersilakan kepada kuasa hukum Teddy untuk bertanya kepada ahli.
Sebelum memulai pertanyaannya, Hotman pun menyampaikan keberatannya.
Hotman menegaskan bahwa pihaknya tak akan bertanya perihal soft copy percakapan Teddy dengan anak buahnya. Sebab, pemeriksaan AKBP Dody sudah dilakukan dalam sidang sebelumnya sehingga menanyakan hal tersebut saat ini dianggap percuma.
"Kami tidak lagi ada kesempatan untuk menanyakan kepada saksi. Karena saksi fakta yang disebutkan di dalam soft copy tersebut sudah lewat pemeriksaannya," ujar Hotman.
"Jadi, sekali lagi, soft copy tadi adalah bukti yang tidak sah, merugikan terdakwa, karena tak ada kesempatan untuk menanyakan isinya lagi kepada saksi," lanjut dia.
Oleh sebab itu, pihak Teddy Minahasa menolak keterangan ahli di dalam persidangan hari ini.
Apalagi, Hotman menambahkan, barang bukti soft copy percakapan Teddy dengan anak buahnya tidak ada di dalam berita acara pemeriksaan di kepolisian.
"Oleh karenanya kami tolak, dan sampai hari ini pun tidak ada dalam berkas perkara. Ini maksudnya yang soft copy ya, Majelis, semua soft copy," lanjut Hotman.
Dalam kesempatan yang sama, Hotman sekaligus meminta majelis hakim untuk mencatat poin keberatan ini di dalam berita acara persidangan.
Hakim Jon pun kemudian memastikan akan mencatat poin keberatan kubu Teddy Minahasa.
Baca juga: Saat Teddy Minahasa Bersumpah Tak Terima Uang Hasil Jual Sabu dari AKBP Dody...
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.