Dewi meminta Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk turun tangan dalam membuka status hak atas tanah yang selama ini diklaim oleh Pertamina.
"Itulah yang menjadi penyebab tumpang tindih klaim dan konflik berkepanjangan warga dengan perusahaan negara tersebut," tutur Dewi.
Apabila ditarik dari sisi kesejarahan, kata Dewi, sebetulnya perkampungan di Tanah Merah itu sudah ada lebih dulu, yakni sejak 1960-an. Lalu, permukiman itu mulai berkembang pada 1980-an.
"Klaim Pertamina itu datang belakangan. Pada 1970-an, barulah masuk klaim Pertamina dan menyatakan bahwa Pertamina yang berhak atas tanah tersebut," kata Dewi.
Baca juga: Ini Alasan Pemprov DKI Terbitkan IMB Kawasan Sekitar Depo Pertamina Plumpang pada 2021
Konflik yang sudah berlangsung sejak lama ini pun tidak kunjung diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Yang terjadi justru warga di sekitar sana menjadi bursa politik.
"Sehingga sengketanya menjadi berkepanjangan. Itulah yang kami sebut sebagai konflik agraria karena dampak sosial ekonominya sangat luas. Ini bukan sengketa pertanahan biasa," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.