Bahkan, ia juga selektif memilih baju bekas mana yang masih layak untuk dijual.
"Kalau Menteri Perdagangan bilang dagangan kami (baju bekas impor) ada kotor, bakteri, itu berlebihan. Baju ini kan dicuci dulu," kata Bosman kepada Kompas.com, Kamis (16/3/2023).
"Setelah buka dari bal, semua baju kami bawa ke (tempat) laundry dulu, baru digosok (setrika). Yang sudah sobek, jelek, atau kotor banget, ya kami buang," tambah dia.
Pedagang thrift lainnya, Andriani (53), menuturkan hal yang sama. Menurut dia, setelah membuka bal berisi pakaian-pakaian bekas impor yang baru dibeli, ia pun mencuci semua pakaian tersebut.
Adapun berat satu bal berisi baju bekas tersebut bisa mencapai 80-100 kilogram. Andriani harus mencuci baju-baju tersebut ke tempat laundry dengan harga Rp 6.000 per kilogram.
"Kami modal dululah. Satu bal isinya bisa 80 kg, ada yang 100 kg. Kami cuci dulu semua di (tempat) laundry. Itu di bawah gantungan baju ada kardus, abis di-laundry semua," kata Andriani.
Bosman menilai pemerintah terlalu berlebihan soal larangan impor baju bekas.
"Saya sebagai pedagang mengira pemerintah terlalu berlebihan. Yang jual baju thrift ini kan bukan hanya satu dua orang, bahkan se-Indonesia, harus dipikirkan juga efek ekonominya," ujar Bosman.
Bosman meniti karier sebagai pedagang di Blok M sejak 1990. Namun, baru pada tahun 2021 ia beralih menjadi berjualan baju bekas impor.
Menurut dia, menjual baju bekas impor sangat membantu perekonomian, khususnya para pedagang kecil seperti dirinya.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah memikirkan masak-masak terlebih dahulu dampaknya bagi rakyat kecil.
Baca juga: Penjual Thrift di Blok M Square Biasanya Dapat Baju Bekas Impor dari Jepang dan Korea
"Pikirkan matang-matang dahulu," terang dia.
Bahkan, ia menuding pedagang tekstil di Pasar Tanah Abang yang merusak pedagang toko grosir karena berjualan secara online.
"Justru pedagang tekstil di Tanah Abang mereka yang merusak pasaran menurut saya. Sebagian besar pedagang baju grosiran di sana jual secara online," jelas dia.
Menurut dia, semenjak adanya toko online, pedagang di Blok M Square dan tempat perbelanjaan lainnya tak berdaya sampai bangkrut.
"Kita ini kan pedagang murni selama ini belanja dari grosir, bisa di Tanah Abang, Cipulir, Bandung dan lain-lain. Semenjak ada toko online, bukan hanya di Blok M ini, hampir di Jabodetabek bahkan seluruh Indonesia itu pedagang toko retail baju mati pembeli," terang dia.
Baca juga: Baju Bekas di Blok M Dibeli Berbagai Kalangan, Ada Pegawai Kantoran di Sudirman dan Artis
"Mereka (pedagang grosir tekstil Tanah Abang) itu jual secara online dengan harga Rp 50.000. Sama kayak ke kami. Pedagang toko baju retail enggak mungkin dong jual Rp 50.000. Nah matinya di situ. Jadi yang mematikan pedagang retail online ini," tambah dia.
Bosman menyayangkan, pemerintah bisa bangga dengan pedagang baju retail online dengan membayar pajak yang lebih sedikit.
Sedangkan pedagang toko baju retail seperti dirinya, harus mengeluarkan sewa toko dan pajak yang nilainya puluhan bahkan ratusan juta rupiah.