JAKARTA, KOMPAS.com - Ahmad Fauzi alias Aji (51) mengungkapkan gaji yang dia terima sebagai marbut di Masjid Al-Khoiriyah di Jalan Sungai Kendal, RT 003/RW 08, Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Aji sudah 8 tahun menjadi marbut. Sebelumnya, ia bekerja sebagai kuli angkut di sebuah agen di Jalan Sarang Bango, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara dan dipinang oleh eks Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah.
Awalnya, dia hanya mendapatkan gaji sebesar Rp 500.000 per bulan dari Saefullah.
"Nah, sekarang sudah Rp 4 juta. Dari bendahara DKM Rp 3 juta, dari pemerintah Rp 1 juta yang dibayarnya 6 bulan sekali,” kata Aji saat ditemui Kompas.com di Masjid Al-Khoiriyah pada Senin (27/3/2023).
Baca juga: Kisah Kuli Angkut Terima Pinangan Eks Sekda DKI Jadi Marbut Masjid Saat Warga Sekampung Menolak
“Saya enggak tahu itu (Rp 3 juta) dari Pemda DKI atau dari mana. Ya setahu saya, yang Rp 1 juta yang dibayar 6 bulan sekali ini yang dari Pemda DKI. Karena ada ATM sendiri, Bank DKI Syariah,” ucap Aji melanjutkan.
Mengenai tunjangan hari raya (THR), Aji memastikan bahwa ia mendapatkannya. Tetapi, THR tersebut bukanlah dari Pemda DKI, melainkan dari Dewan Kemakmuran Masjid (DKM).
“Kalau THR, enggak dapat dari Pemda. Dari Bendahara DKM dapat Rp 1 juta. Waktu itu Pak Sekda yang menyetujui,” tuturnya.
Soal asuransi, ayah dari tujuh orang anak itu mengaku tidak memilikinya.
Mulanya, Aji sempat masih menjalani pekerjaan sebagai kuli angkut saat sudah menjadi marbut. Semuanya ia jalani dengan suka cita.
Namun suatu ketika, Aji mendapatkan pesan dari Saefullah yang menyuruhnya berhenti menjadi kuli angkut.
"Kata Pak Sekda, ‘sudah berhenti Pak Aji, manggul capek. Di masjid saja, sudah, (nanti) dicukupi gajinya," ujar Aji.
Baca juga: Menengok Pasar Kue Subuh Senen yang Masyhur, Sentra Kue Basah yang Dijual mulai Rp 1.000
Sejak saat itu, Aji mendapatkan honor senilai Rp 1,2 juta dari Saefullah. Hal tersebut membuatnya sangat senang karena penghasilannya berbeda jauh dengan profesi yang sebelumnya.
“Lama-lama, saya diusulkan ke Pemda DKI untuk digaji. Waktu itu, gaji UMR, Rp 2,5 juta, waktu zamannya Pak Jokowi. Digaji melalui ATM Bank DKI Syariah,” ungkap Aji.
Sejak saat itu, Aji kerap kali mendapatkan cibiran dari masyarakat sekitar karena telah mengetahui gaji yang diterima olehnya sebagai seorang marbut.
“Tapi saya baliki, 'dulu disuruh jadi marbut pada enggak mau, sekarang saja sudah ada gajinya pada mau'. Nah, sekarang sudah Rp 4 juta. Dari bendahara DKM Rp 3 juta, dari pemerintah Rp 1 juta yang dibayarnya 6 bulan sekali,” kata Aji.
Tak ingin dianggap gaji buta, Aji menjelaskan tugas seorang marbut. Setiap harinya, Aji harus bangun pukul 04.00 WIB. Tetapi, khusus bulan Ramadhan, ia bangun pukul 03.00 WIB.
Setelahnya, Aji langsung mempersiapkan untuk salat subuh berjemaah.
“Ya kalau bulan Ramadhan, saya bangun jam 03.00 WIB. Bangunin orang sahur dan kan ada orang yang mengaji di masjid, tadarus. Kadang-kadang, makan seenaknya saja. Intinya, jam 03.00 WIB saya sudah bangun, sudah bersih-bersih. Entar pas adzan Subuh, sudah rapi, gitu,” ungkap Aji.
Untuk sehari-hari, Aji mengatakan memang tugas keseharian seorang marbut adalah bersih-bersih.
Tetapi, Aji memastikan bahwa marbut juga bertanggung jawab penuh atas seluruh peralatan di masjid.
“Saya marbut, yang bertanggung jawab dengan semua barang-barang yang ada di masjid, termasuk ambulans. Saya siang hingga malam di sini. Saya (tinggal) di masjid, sudah, di sini, siang dan malam. Selama dua tahun setelah saya pisah sama istri, dua tahun,” imbuh Aji.
Meski hanya seorang diri saja menjadi marbut di Masjid Al-Khoiriyah, Aji mengaku tidak kelimpungan.
“Enggak kok, kan ngerjainnya kayak sehari ini, besoknya ini, muter gitu. Jadi semuanya kepegang,” pungkas Aji.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.