TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Kejenuhan bekerja sebagai guru honorer di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Ciamis membuat Topik Rahman (26) "banting setir" menjadi marbut di Tangerang Selatan.
Topik setiap harinya bekerja membersihkan area Masjid Agung Al Mujahidin Serpong, Jalan Serpong No 6, Serpong, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Kepada Kompas.com, Topik bercerita, awal mula dia menjadi marbut karena adanya lowongan kerja yang diketahuinya dari saudara.
Baca juga: Cerita Eman, Pedagang Jajanan yang Jadi Marbut demi Mencari Berkah
"Saya aslinya dari Ciamis, jadi marbut ini awalnya ada saudara dia sebagai marbut juga di Parung Bogor, kebetulan dia punya teman sebagai pengurus di masjid sini. Saya dibawa melewati pengurus," kata Topik saat ditemui di Masjid Agung Al Mujahidin, Rabu (29/3/2023).
Seperti pekerjaan lain, Topik juga melalui serangkaian seleksi sebelum resmi menjadi marbut.
"Di sini seleksinya ada, cuma saya kan diperuntukkan untuk muazin standby lima waktu, itu yang menjadi landasan pokok. Seterusnya pengetesan dasar beberapa waktu dites bagaimana kinerjanya," ujar dia.
Muazin adalah orang yang bertugas untuk mengumandangkan panggilan ibadah (shalat), yaitu adzan dan iqamah di masjid.
Berhasil melalui seleksi itu, Topik diberikan Surat Keterangan dibolehkan bekerja dari Badan Keswadayaan Masyarahat (BKM).
Baca juga: Marbut Masjid Istiqlal Capai Ratusan Orang, Ini Tugas Mereka
Setelah hampir tiga bulan menjadi marbut, Topik merasakan ketenangan dan kenyamanan selama menjaga masjid.
Sebelum menjadi marbut, Topik sempat bekerja sebagai guru honorer selama hampir tiga tahun.
Namun, saat bekerja sebagai guru honorer di kampung halamannya itu, Topik tidak merasakan kenyamanan seperti yang dirasakan sekarang sebagai marbut.
"Dulu waktu di Ciamis saya pernah jadi guru honorer. Tapi dikarenakan situasi perkembangan enggak ada kemajuan sehingga saya jenuh, enggak ada rekan yang berkolaborasi bekerja, kurang nyaman di pekerjaan itu," tutur dia.
Ditambah lagi, kata Topik, banyak rekan sejawat tenaga pengajar yang memutuskan bekerja di sekolah lain.
Baca juga: Suka Duka Taman 27 Tahun Jadi Marbut Masjid Istiqlal: Dari Gaji Rp 150.000 hingga Berangkat Haji
"Jadi yang tetap standby saya doang. Karena itu saya merasa malas, tidak ada rekan kerja bersama karena lainnya juga kerja di luar," ucap dia.
Pria penyandang gelar Sarjana Hukum Perdata itu merasa menjadi marbut merupakan pekerjaan mulia karena menjaga rumah Allah.
Keluarga Topik pun tidak mempermasalahkan itu. Kebebasan untuk memilih pekerjaan ada di tangan Topik.
"Enggak ada keberatan, pihak keluarga memberikan kelonggaran bagimana jadi apapun silakan, asalkan tidak jadi pengangguran," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.