Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jatuh Bangun Pengemudi Ojol yang Kini Jadi Calon Penghuni Rusun Rp 10.000 Bambu Apus

Kompas.com - 02/04/2023, 17:33 WIB
Nabilla Ramadhian,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sutarman (55), seorang pengemudi ojek online (ojol), menjadi salah satu calon penghuni Rusun Sentra Mulya Jaya.

Rusun yang berlokasi di Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur itu, bisa disewa Sutarman hanya dengan biaya Rp 10.000 per bulan. 

Baru diresmikan pada Jumat (31/3/2023) lalu, rumah susun dengan lima lantai dan 93 unit ini dikhususkan bagi pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS).

Warga yang bisa menghuni rusun harus diseleksi dengan ketat, untuk memastikan program rusun murah dari Kementerian Sosial ini tepat sasaran dan tak disalahgunakan. 

Baca juga: Rusun untuk Tunawisma di Jakarta Diresmikan, Harga Sewa Rp 10.000 Per Bulan

Sutarman mengisahkan jatuh bangun perjuangan hidupnya hingga ia tak sanggup lagi menyewa rumah kontrakan dan diterima sebagai penghuni rusun tersebut.

"Sebelumnya saya tinggal di Sumur Batu di daerah Kemayoran. Selalu ngontrak di daerah Kemayoran sejak 1997 sebelum berakhir di Sentra Mulya Jaya satu tahun terakhir," ungkap dia kepada Kompas.com, Minggu (2/4/2023).

Selama mengontrak di Kemayoran, Jakarta Pusat, Sutarman kerap berpindah-pindah tempat tinggal.

Ini menyesuaikan dengan pendapatannya saat masih berprofesi sebagai seorang pengantar dokumen di agen perjalanan, dan penjual daging ayam di pasar.

Selama mengontrak, nominal yang harus dikeluarkan oleh Sutarman sekeluarga adalah Rp 700.000-Rp 1,8 juta.

Baca juga: Sewa Rusun Tunawisma di Cipayung Cuma Rp 10.000, Mensos Risma Wanti-Wanti Jangan Dipindah Tangan!

Sutarman mengaku bahwa nominal itu cukup memberatkan, terutama saat ia beralih menjadi pengemudi ojol.

"Saya udah lebih kurang 10 tahun jadi ojol. Awal-awal pendapatannya bagus. Sekarang udah agak-agak memprihatinkan," ungkap Sutarman.

"Sehari kadang cuma dapat Rp 50.000-Rp 100.000. Kadang-kadang malah cuma Rp 30.000. Covid-19 kemarin, kami sangat terdampak sekali (secara keuangan) karena sempat sekeluarga di Wisma Atlet juga," tutur dia.

Perekonomian yang kian merosot

Perekonomian Sutarman sekeluarga mulai menurun saat salah satu anaknya didiagnosis mengidap skizofrenia sekitar 13 tahun lalu.

Pada saat itu, ia berusaha mengobati anaknya ke beberapa klinik swasta dan merogoh kocek yang cukup besar.

Pengobatan terus berlanjut lantaran anaknya tidak kunjung sembuh.

"Pernah beberapa kali dirawat di rumah sakit pemerintah, tapi belum stabil juga. Suatu ketika, kami sudah kritis masalah ekonomi. Datanglah Covid-19," ucap Sutarman.

Baca juga: Rusun Rp 10.000 di Cipayung Tak Bisa Dihuni Sembarang Orang, Mensos Risma: Ada Pemeriksaan Dulu

Selama dirawat di Wisma Atlet, Sutarman sekeluarga berhasil sembuh dari Covid-19.

Ia pun mengucap syukur atas pemulihannya kembali. Nahasnya, perekonomiannya justru semakin memburuk.

"Pemulihan kami berbarengan dengan ekonomi yang semakin krisis. Sampai benar-benar berpikir buntu, dalam arti saya ingin menyerahkan atau menitipkan istri ke ibunya dulu," ujar Sutarman.

Hal itu sempat terpikirkan oleh Sutarman lantaran ia sudah tidak sanggup membayar kontrakan.

Namun, ia akhirnya memutuskan untuk melapor ke negara perihal kondisinya, dengan mengunjungi Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.

Baca juga: Tinggal di Rusun, Tunawisma Diberi Modal untuk Buka Usaha

Laporannya baru ditanggapi setelah beberapa kali melapor. Sutarman lalu dihubungkan dengan Kementerian Sosial.

"Kementerian Sosial menunjuk untuk kami menuju balai rehabilitasi Phala Martha di Sukabumi," tutur Sutarman.

"Pada hari yang udah dijanjikan ke Phala Martha, ternyata anak saya kambuh lagi. Akhirnya kami bawa dia ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grogol," imbuh dia.

Seiring dengan hal tersebut, pihak Kementerian Sosial menanyakan kelanjutan keluarga Sutarman usai anaknya dirawat di sana.

Sutarman pun menceritakan bahwa ia sudah tidak bisa memperpanjang masa kontrakannya, dan tidak tahu harus tinggal di mana.

"Saya sudah menyerah, kemudian Sentra Mulya Jaya ngasih solusi untuk sementara waktu tinggal di sana," kata Sutarman.

Baca juga: Biaya Sewa Rusun Bambu Apus Rp 10.000, Calon Penghuni: Masih Cukup Wajar

Melalui beragam pertimbangan, ia menyetujui usulan itu. Sutarman, istri, dan dua anaknya tinggal di Balai Mulya Jaya, sementara anaknya yang satu lagi tetap di RSJ Grogol.

Namun, ungkap Sutarman, pihak RSJ hanya memberi waktu pengobatan selama dua hingga tiga pekan.

Walhasil, pada waktu yang telah ditentukan, ia menjemput anaknya dan membawanya ke Balai Rehabilitasi Phala Martha di Sukabumi.

"Sampai sekarang masih dirawat di Phala Martha," ucap Sutarman.

Jadi calon penghuni rusun

Selama satu tahun terakhir, Sutarman sekeluarga tinggal di Balai Mulya Jaya.

Selanjutnya, kabar baik itu datang. Sutarman ditawarkan untuk pindah ke Rusun Sentra Mulya Jaya.

"Kami ditawarkan, nah akhirnya kami mau. Insha Allah, ke depan saya akan menempati di sini (Rusun Sentra Mulya Jaya)," kata Sutarman.

"Di sini mungkin sementara kali ya, karena kan prosedurnya bergantian dengan orang-orang yang tidak mampu, sampai kira-kira kami bisa mandiri (tinggal) di luar," sambung dia.

Baca juga: Calon Penghuni Rusun Bambu Apus Belum Mengetahui Unit yang Akan Dihuni

Saat ini, Sutarman masih tinggal di Sentra Mulya Jaya. Ia belum mengetahui kapan bisa mulai bermukin di rusun.

Menurut dia, ada kemungkinan proses pindah tempat tinggal para calon penghuni rusun dilakukan secara bertahap.

"Proses pemindahannya mungkin bertahap, masih belum tahu kapan. Yang penting kami sudah (berkesempatan akan tinggal) di sini," terang Sutarman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com