JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan ribu balita di Jakarta didiagnosis mengidap stunting atau masalah gizi kronis akibat kurang asupan gizi dalam jangka waktu panjang.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan pada 2022, angka prevalensi stunting di DKI Jakarta adalah 14,8 persen.
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah balita di DKI Jakarta ada sekitar 790 ribu.
“Dengan prevalensi stunting 14,8 persen, maka jumlah balita yang stunting maupun stunted sebanyak 116 ribu balita,” ujar Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, dilansir dari Antara, Selasa (7/2/2023) lalu.
Baca juga: Perjuangan Eka Selamatkan Anaknya dari Stunting karena Malas Makan
Faktor ekonomi tidak selalu menjadi penyebab seorang anak menderita stunting.
Kesadaran orang tua yang rendah, atau kebiasaan makan anak yang tidak dibangun sedari dini membuat stunting marak terjadi.
Eka Maryani (27), warga Warakas di Jakarta Utara, mengatakan bahwa anaknya Bahar Sihabudin (4) dinyatakan mengidap stunting baru-baru ini.
Berat badan anak tersebut sekitar 10 kilogram atau kurang dari berat ideal anak seumurnya.
Padahal sebelumnya, Bahar memiliki berat dan tinggi yang ideal.
Namun, Eka mengakui bahwa sang anak memang sulit makan dan hanya mau diberi susu.
"Karena dia kurang asupan, makan. Dia apa saja enggak doyan sih. Jadi, susah, makannya tuh. Doyannya tuh susu doang. Dia enggak doyan makanan yang lain," ucap Eka.
Kalaupun Bahar mau makan, dia hanya mau diberi bubur bayi.
Baca juga: Campur Aduk Perasaan Miftah Saat Anaknya Dinyatakan Stunting, Khawatir dan Tak Percaya...
Setelah anaknya dinyatakan stunting oleh dokter spesialis anak, Eka selalu rajin kontrol asupan gizi Bahar ke puskesmas. Dia juga menjalankan anjuran dokter.
Karena konsisten dengan usahanya, Bahar bisa lepas dari stunting setelah enam bulan.
"Enggak peduli omongan di luar kayak apa, yang penting anak saya sehat, ikuti saran dokter saja pokoknya," ungkap Eka.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.