JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya memperingatkan massa aksi demonstrasi di akses Tol Jatikarya, Bekasi, untuk tidak lagi memblokade jalur.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menjelaskan, tindakan blokade akses tol oleh massa yang mengaku sebagai ahli waris tanah itu merupakan pelanggaran pidana.
"Apa yang dilakukan massa di sini, itu merupakan perbuatan melawan hukum. Terdapat Pasal 109 KUHP 193 KUHP yang ancamannya 9 Tahun. Kemudian ada pasal lain yang berkembang nanti," ujar Hengki dalam keterangannya, Sabtu (15/4/2023).
Baca juga: Polisi Bongkar Bangunan yang Blokade Tol Jatikarya
Menurut Hengki, aksi demonstrasi atau penyampaian pendapat di muka umum memang dilindungi oleh Undang-Undang.
Namun, terdapat aturan yang harus diikuti ketentuannya.
Sementara itu, aksi memblokade aksel Tol Jatikarya dianggap Hengki telah melanggar Undang-Undang yang mengatur soal penyampaian pendapat.
"Intinya kita semua memiliki hak, tapi dibatasi oleh kewajiban untuk menghormati hak orang lain. Apa yang terjadi di sini bukan penyampaian pendapat di muka umum, tidak sesuai Undang-Undang," ungkap Hengki.
Baca juga: Sekelompok Massa Blokade Jalan Tol Jatikarya, Polisi: Perbuatan Melawan Hukum
Seiring dengan itu, Dia pun mengimbau masyarakat untuk tidak lagi berdemo di Tol Jatikarya dan menutup akses bagi pengendara yang hendak melintas.
"Oleh karenanya perintah pak Kapolda Metro Jaya tidak boleh lagi ada massa yang mengaku massa yang katanya menuntut haknya, tapi merugikan masyarakat banyak," kata Hengki.
Sebagai informasi, ahli waris pemilik sah lahan ruas Tol Jatikarya kembali memblokade akses Tol Cimanggis-Cibitung.
Ada puluhan orang ahli waris yang memblokade ruas tol tersebut. Blokade itu merupakan bentuk protes dari biaya konsyinyasi atau ganti rugi lahan yang hingga kini tak kunjung dibayarkan.
Baca juga: Belum Menyerah, Ahli Waris Lahan Terus Blokade Akses Tol Jatikarya
Aksi penutupan Gerbang Tol (GT) Jatikarya bukan kali pertama terjadi. Protes ini terus terjadi berulang kali, tetapi tak kunjung digubris.
Warga terus menuntut uang ganti rugi lahan karena mereka merasa bahwa sudah seharusnya apa yang menjadi hak mereka terpenuhi.
Ahli waris menduga, ada oknum yang menghambat proses pencairan uang ganti rugi lahan mereka.
Diduga, penghambatan proses pencairan itu terjadi karena pihak BPN tidak kunjung menerbitkan surat pengantar pencairan ganti rugi.
Padahal, Kementerian PUPR sudah membayar secara sukarela di Pengadilan Negeri Bekasi, sesuai dengan penetapan No.20/EKS.G/2021/PN.Bks Tanggal 2 Juni 2021 Jo. Berita Acara Teguran/Aanmaning Tanggal 15 Juni 2021 dan Tanggal 22 Juni 2021.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.