“Jakarta Bukan Lagi Tujuan Migrasi”, demikian tajuk utama halaman satu Kompas, Kamis (4/5).
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021-2023, Litbang Kompas menemukan fakta bahwa kota-kota utama seperti Jakarta, tak lagi jadi tujuan utama migrasi. Sebagian besar migran bergeser ke daerah penyangga.
Masih dari data Susenas, Jakarta justru menjadi penyumbang terbesar migran ke daerah penyangga, yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Separuh migran yang datang ke Depok berasal dari Jakarta. Sementara warga Jakarta yang ke Bekasi mencapai 87.700 jiwa atau 42 persen dari total migrasi ke kota ini.
Temuan ini cukup menarik. Mengacu data tersebut, seharusnya beban Jakarta berkurang seiring pindahnya warga. Namun yang terjadi tidak demikian. Jakarta masih menanggung beban yang tidak ringan.
Profil Migran Hasil Susenas 2021 oleh BPS membagi migran ke dalam dua kelompok.
Pertama, migran seumur hidup (lifetime migrant), yaitu penduduk yang tempat tinggal sekarang/saat pencacahan berbeda wilayah administrasi (provinsi atau kabupaten/kota) dengan tempat lahirnya.
Kedua, migran risen (recent migrant), yaitu penduduk yang tempat tinggal sekarang/saat pencacahan berbeda wilayah administrasi (provinsi atau kabupaten/kota) dengan tempat tinggalnya pada lima tahun yang lalu.
Definisi operasional dari dua migran tersebut tidak memperhitungkan aspek administrasi kependudukan secara legal formal.
Data didapat dari membandingkan jawaban atas pertanyaan lokasi tempat tinggal saat ini dengan tempat tinggal lima tahun lalu atau saat kelahiran.
Di sinilah letak masalahnya. Banyak warga Jakarta yang secara de facto pindah atau bermigrasi ke daerah sekitar, tetapi tidak mengurus dokumen kependudukannya (baca: KTP-el).
Konsekuensinya adalah, secara de jure mereka tetap menjadi penduduk Jakarta. Namun, dalam Susenas mereka terbaca sebagai warga yang bermigrasi ke luar Jakarta.
Hak-hak penduduk Jakarta tetap bisa mereka dapatkan. Termasuk sejumlah bantuan sosial seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Lansia Jakarta (KLJ), dan beragam program lainnya. Sehingga, migrasi keluar warga Jakarta tidak serta merta meringankan beban Jakarta.
Pindahnya warga Jakarta ke daerah sekitar sejatinya bukan fenomena baru. Setidaknya sudah sejak 1990-an tren ini terjadi.
Hal ini terjadi karena proses konurbasi Jabodetabek. Konurbasi atau continuous urbanization adalah penggabungan suatu kota dengan kota di sekitarnya sehingga membentuk kawasan perkotaan yang lebih luas.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.