JAKARTA, KOMPAS.com - Main serobot lahan fasilitas umum (fasum) ataupun fasilitas sosial (fasos) di Ibu Kota sudah bukan rahasia lagi. Celakanya, perangai buruk ini dilakukan secara masif dan berulang.
Penyerobotan bahu jalan dan penutupan saluran air yang dilakukan pemilik rumah toko (ruko) di RT 011/RW 03, Blok Z4 Utara dan Blok Z8 Selatan, Pluit, Jakarta Utara, hanyalah sepenggal kisah.
Secara kasat mata, siapa pun bisa tahu sudut-sudut mana saja yang sudah diakuisisi sepihak, baik itu trotoar, saluran air, ruang terbuka hijau, bantaran kali, bahkan jalur khusus sepeda ataupun transjakarta.
Baca juga: Para Biang Kerok Kekisruhan Ruko Pencaplok Bahu Jalan di Pluit, Siapa Paling Bertanggung Jawab?
Pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, melihat situasi ini terjadi salah satunya didorong oleh kepentingan ekonomi. Segala cara akan direngkuh demi memenuhi kebutuhan hidup, termasuk mengambil jalan "damai".
"Kebanyakan mereka sadar telah melanggar aturan, tapi sisi ekonomi lebih mereka kedepankan. Mereka menyerobot karena pengawasan yang lemah," ucap Yayat kepada Kompas.com, Jumat (26/5/2023).
Pembiaran dari aparat setempat ini yang membuat tak sedikit orang seenaknya main serobot di Jakarta. Dengan demikian, bukan tidak mungkin pelanggaran terjadi sedikit-sedikit lalu jadi rumit.
Penyerobotan lahan tak sesuai fungsinya kebanyakan memang baru diketahui setelah jadi pembicaraan publik, misalnya polemik yang terjadi di bekas kawasan prostitusi Kalijodo, Jakarta Utara.
Penyerobotan lahan tak sesuai fungsinya ini mencuat setelah ada kecelakaan maut pada 2016. Ternyata, sarang prostitusi itu telah mencaplok ruang terbuka hijau (RTH) selama bertahun-tahun.
Pemprov DKI juga pernah menggusur kawasan Kampung Akuarium, Jakarta Utara. Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berencana untuk menata kawasan di sana.
Baca juga: Heboh Bangunan di Atas Saluran Air di Kemang Utara, Bagaimana Aturannya?
Namun, penemuan cagar budaya di sana membuat eksekusi penataan kawasan menjadi lama. Sejumlah warga yang masih bertahan di atas puing-puing bangunan kembali membangun tenda-tenda di sana.
Pada 2021, sederet bangunan kafe yang berdiri di atas saluran air penghubung Kali Mampang, Jakarta Selatan, juga sempat jadi persoalan. Bangunan itu diduga telah berdiri selama belasan tahun.
Sedikitnya ada lima bangunan yang berdiri di atas saluran air selebar sekitar 3,5 meter ini. Keberadaan kafe tersebut diduga menjadi penyebab terjadinya banjir saat hujan deras di kawasan Kemang Utara.
Teranyar, pemilik deretan ruko di Pluit ramai-ramai melebarkan bangunannya hingga empat meter dengan melanggar garis sempadan bangunan (GSB) dan izin mendirikan bangunan (IMB) sejak 2019.
Baca juga: Kisah Pengemudi Mabuk yang Picu Kemarahan Ahok hingga Bongkar Kalijodo
Yayat menilai rumitnya persoalan penyerobotan lahan di Ibu Kota ini tak lepas dari lemahnya sistem pengaturan aset oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.