JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan sejumlah persoalan dalam laporan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun anggaran 2022.
Anggota V BPK RI Ahmadi Noor Supit menjelaskan, salah satu masalah itu, yakni kelebihan pembayaran atas belanja dan denda keterlambatan dengan total nilai Rp 45,87 miliar.
Kelebihan pembayaran atas belanja nilainya Rp 11,34 miliar. Rinciannya, kelebihan perhitungan gaji dan tambahan penghasilan senilai Rp 6,39 miliar.
Kemudian, kelebihan volume pengadaan barang/jasa sebesar Rp 4,06 miliar serta kelebihan pembayaran belanja hibah dan bansos senilai Rp 878 juta.
Baca juga: Laporan Keuangan 2022 Pemprov DKI Raih Opini WTP dari BPK
Sementara itu, denda keterlambatan nilainya 34,53 miliar. Denda keterlambatan adalah sanksi yang dikenakan pemerintah kepada kontraktor atau penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak.
Pemprov DKI mestinya menerima Rp 34,53 miliar dari kontraktor atau penyedia barang/jasa atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Namun, uang itu belum semuanya diterima Pemprov DKI sehingga menjadi temuan BPK.
"Sedangkan denda keterlambatan senilai Rp 34,53 miliar. Atas permasalahan tersebut, telah dikembalikan ke kas daerah sebesar Rp 14,66 miliar," jelas Ahmadi dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (29/5/2023).
Baca juga: Heru Budi Kalungkan Syal Usai Pemprov DKI Raih Opini WTP 6 Kali Beruntun
Persoalan kedua, yakni bantuan sosial Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) senilai Rp 197,55 miliar belum disalurkan.
Sementara itu, bantuan sosial pemenuhan kebutuhan dasar senilai Rp 15,18 miliar tak sesuai ketentuan.
Ahmadi menyebutkan, persoalan selanjutnya, Pemprov DKI dinilai belum tertib terkait penatausahaan penyerahan dan pencatatan aset berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Ada dua bidang lahan fasilitas sosial/fasilitas umum yang telah diterima dari pemegang surat izin penguasaan penggunaan tanah (SIPPT) senilai Rp 17,72 miliar yang masih dalam sengketa.
Baca juga: Laporan Keuangan Pemprov DKI Raih Opini WTP Enam Kali Berturut-turut
Kemudian, penerimaan aset fasilitas sosial/fasilitas umum belum dilaporkan oleh wali kota kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD).
Lalu, ada aset fasilitas sosial/fasilitas umum yang dikuasai atau digunakan pihak lain tanpa perjanjian.
"Serta aset fasilitas sosial/fasilitas umum berupa gedung, jalan, saluran, dan jembatan dicatat dengan ukuran yang tidak wajar, yaitu 0 meter persegi atau 1 meter persegi," ujar Ahmadi.
Meski demikian, laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2022 tetap memperoleh opini wajar tanpa opini (WTP) dari BPK RI.
Dengan perolehan tersebut, laporan keuangan Pemprov DKI secara berturut-turut memperoleh opini WTP hingga enam kali sejak 2017.
Baca juga: Pemprov DKI Kembali Raih Opini WTP, ASN Bersorak dan Bentangkan Spanduk We Did It
Untuk diketahui, dalam rapat paripurna itu hadir Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, Heru Budi mengalungkan syal berwarna biru muda bertuliskan "6 WTP Sukses Jakarta untuk Indonesia" di lehernya.
Heru Budi kemudian tersenyum lepas sembari bertepuk tangan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.