JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan pencatatan ganjil dalam laporan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun anggaran 2022.
Anggota V BPK RI Ahmadi Noor Supit berujar, pencatatan ganjil itu adalah aset fasilitas sosial dan fasilitas umum dicatat dengan ukuran hanya 0 meter persegi atau 1 meter persegi.
"Aset fasilitas sosial dan fasilitas umum berupa gedung, jalan, saluran, dan jembatan dicatat dengan ukuran yang tidak wajar, yaitu 0 meter persegi atau 1 meter persegi," tuturnya, saat rapat paripurna legislatif Jakarta, Senin (29/5/2023).
Pencatatan fasilitas sosial dan fasilitas umum dengan ukuran tak wajar itu termasuk dalam persoalan penatausahaan penyerahan dan pencatatan aset yang tergolong tidak tertib oleh BPK RI.
Baca juga: Laporan Keuangan Pemprov DKI Kembali Raih Opini WTP, Heru Budi: Ini Bukan Tujuan Akhir
Selain ukuran fasilitas sosial dan fasilitas umum tak wajar, pada persoalan yang sama disebutkan penerimaan aset fasilitas sosial dan fasilitas umum belum dilaporkan semuanya oleh wali kota kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta.
"(Lalu), dua bidang tanah fasilitas sosial dan fasilitas umum yang telah diterima dari pemegang Surat Izin Penguasaan Penggunaan Tanah senilai Rp 17,72 miliar berstatus sengketa," sebut Ahmadi.
Dalam persoalan yang berbeda, Ahmadi melanjutkan, bantuan sosial (bansos) Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) senilai Rp 197,55 miliar belum disalurkan.
"Bantuan sosial KJP Plus dan KJMU senilai Rp197,55 miliar belum disalurkan kepada penerimanya," ungkapnya.
Baca juga: Heru Budi Kalungkan Syal Usai Pemprov DKI Raih Opini WTP 6 Kali Beruntun
Berdasarkan laporan yang sama, terkait bansos, program pemenuhan kebutuhan dasar senilai Rp 15,18 miliar juga belum disalurkan.
Ahmadi melanjutkan, selain masalah soal bansos, terdapat persoalan dalam laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2022.
Persoalan kedua, yakni kelebihan pembayaran atas belanja dan denda keterlambatan dengan total nilai Rp 45,87 miliar.
Kelebihan pembayaran atas belanja Rp 11,34 miliar. Rinciannya, kelebihan perhitungan gaji dan tambahan penghasilan senilai Rp 6,39 miliar.
Kemudian, kelebihan volume pengadaan barang/jasa sebesar Rp 4,06 miliar serta kelebihan pembayaran belanja hibah dan bansos senilai Rp 878 juta.
Baca juga: Heru Budi Kalungkan Syal Usai Pemprov DKI Raih Opini WTP 6 Kali Beruntun
Sementara itu, denda keterlambatan nilainya Rp 34,53 miliar. Denda keterlambatan adalah sanksi yang dikenakan pemerintah kepada kontraktor atau penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak.
Pemprov DKI mestinya menerima Rp 34,53 miliar dari kontraktor atau penyedia barang/jasa atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Namun, uang itu belum semuanya diterima Pemprov DKI sehingga menjadi catatan BPK.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.