Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/05/2023, 17:25 WIB
Larissa Huda

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kemelut bagi penghuni Rumah Susun (Rusun) Marunda, Jakarta Utara, belum juga berakhir. Krisis air bersih yang terjadi di sana belum teratasi.

Krisis air bersih yang sudah terjadi selama 40 hari ini terjadi akibat pasokan debit air dari Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PAM) Jaya kurang maksimal.

Akibatnya, ribuan orang penghuni rusun harus berbagi air untuk keperluan mandi, cuci, kakus (MCK) setiap hari. Hanya ada sedikit sisa air di kamar mandi untuk keperluan kakus para penghuni maupun tamu.

Baca juga: Derita Tiada Akhir Penghuni Rusunawa Marunda: Krisis Air Bersih, Polusi Debu Batubara, dan Marak Pencabulan Anak

Salah satu tempat penampungan air atau ground water tank (GWT) di rusun ini juga kosong. GWT yang memiliki tinggi empat sampai lima meter itu terlihat memiliki debit air kurang dari 150 sentimeter.

Salah satu warga rusun yang sedang memompa air di GWT, Ida (57), menyebut krisis air bersih kali ini adalah yang paling parah dalam beberapa tahun terakhir.

"Lebih parah tahun ini, karena sama sekali enggak mengalir. Nih lihat mesin enggak hidup kan," ujar Ida kepada Kompas.com di lokasi, Selasa (30/5/2023).

Ia mengatakan, air selama 24 jam kemarin tidak menyala di kawasan Tower B rusun. Akibatnya Ida yang tergabung dalam RW 11 harus memompa air dari GWT lain, menuju GWT yang ada di Tower B.

Baca juga: Terus Menerus Krisis Air Bersih, Penghuni Rusun Marunda: Tahun Ini Paling Parah

Beli mesin pompa sendiri

Salah satu tempat penampungan air atau GWT di Rusunawa Marunda hanya terlihat debit air kurang dari 150 cm. KOMPAS.com/RIZKY SYAHRIAL Salah satu tempat penampungan air atau GWT di Rusunawa Marunda hanya terlihat debit air kurang dari 150 cm.

Penghuni di tower B memutuskan membeli mesin pompa air untuk mentransfer air dari ground water tank (GWT) lainnya ke dekat tower B.

Diketahui, ada tujuh GWT yang beroperasi di Rusunawa. Namun, GWT di Tower B yang paling jarang tersuplai air bersih.

Ketua RW 11 Rusunawa Marunda Ajid mengatakan, ia terpaksa membeli mesin pompa ini untuk kebutuhan air bersih warganya yang terdiri dari 10 RT.

Ia membeli mesin air karena tidak bisa mengandalkan kiriman PDAM. Hal itu membuat kiriman tidak merata ke semua GWT. Bahkan, warganya sering tidak kebagian air bersih.

Baca juga: Warga Rusunawa Marunda Cuma Rasakan Air Bersih 3 Hari Sekali Sebelum Ada Mesin Pompa

"Ya harus disedot. Ini saja kadang keluar kadang mati. Jadi sabar saja makanya, intinya 24 jam mesin ini hidup," ucap dia.

Sebelum ada pompa air, penghuni rusun hanya mendapatkan air bersih dua sampai tiga hari sekali. Setelah membeli mesin pompa air, mereka bisa dapat air bersih sekitar 24 jam. Namun, air hanya mengalir selama dua jam.

Pakai bahan bakar elpiji

Warga rusun menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar pompa air yang mereka beli demi menghemat pengeluaran sehari-hari. Pasalnya, bahan bakar diperlukan untuk mengoperasikan mesin pompa air selama 24 jam.

Baca juga: Krisis Air Bersih di Rusunawa Marunda, Keran Hanya Menetes

"Paling tiga atau empat kali isi ulang, Rp 20.000 lah sekali isi, sekitar Rp 60.000 sampai Rp 80.000," ujar Ajid.

Saat memakai bahan bakar bensin, biayanya Rp 300.000 sehari. Akhirnya ia mempelajari cara mengoperasikan mesin pompa menggunakan bahan bakar gas melalui YouTube.

Menurut Ajid, pompa air itu harus 24 jam standby untuk memompa dan mengalirkan air pada pagi hari.

(Penulis : Rizky Syahrial | Editor : Jessi Carina, Irfan Maullana, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Parpol Masih 'Cuek' dengan Pilkada DKI Jakarta

Parpol Masih "Cuek" dengan Pilkada DKI Jakarta

Megapolitan
Asal Usul Tumbuhnya Praktik Prostitusi yang Langgeng Puluhan Tahun di Gang Royal...

Asal Usul Tumbuhnya Praktik Prostitusi yang Langgeng Puluhan Tahun di Gang Royal...

Megapolitan
Asing Dilibatkan Pulihkan Benda Bersejarah yang Rusak di Museum Nasional Indonesia

Asing Dilibatkan Pulihkan Benda Bersejarah yang Rusak di Museum Nasional Indonesia

Megapolitan
Tak Menyesal Jadi Petugas Satkamling meski Gaji Cuma Rp 1,4 Juta, Agus: Rezekinya di Situ...

Tak Menyesal Jadi Petugas Satkamling meski Gaji Cuma Rp 1,4 Juta, Agus: Rezekinya di Situ...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Ledakan Terjadi di RS Eka Hospital Tangsel, Tak Ada Korban Jiwa | Siasat Penipu Jual Beli Mobil Fiktif via 'Online'

[POPULER JABODETABEK] Ledakan Terjadi di RS Eka Hospital Tangsel, Tak Ada Korban Jiwa | Siasat Penipu Jual Beli Mobil Fiktif via "Online"

Megapolitan
Warga Depok Alami Pemadaman Akibat Penambang Kripto Curi Listrik PLN

Warga Depok Alami Pemadaman Akibat Penambang Kripto Curi Listrik PLN

Megapolitan
Kebakaran Rumah di Pulogadung, Damkar: Kami Tiba, Tiap Ruangan Sudah Penuh Api

Kebakaran Rumah di Pulogadung, Damkar: Kami Tiba, Tiap Ruangan Sudah Penuh Api

Megapolitan
Hari-hari Agus Jadi Petugas Satkamling, Tetap Bersyukur meski Kadang Diremehkan...

Hari-hari Agus Jadi Petugas Satkamling, Tetap Bersyukur meski Kadang Diremehkan...

Megapolitan
Pengamat: Elektabilitas Jadi Modal Utama Kader Parpol untuk Maju Pilgub 2024

Pengamat: Elektabilitas Jadi Modal Utama Kader Parpol untuk Maju Pilgub 2024

Megapolitan
Parpol Belum Bahas Cagub DKI, Pengamat: Masih Fokus Pileg untuk Dapat Tiket Pilkada

Parpol Belum Bahas Cagub DKI, Pengamat: Masih Fokus Pileg untuk Dapat Tiket Pilkada

Megapolitan
Rumah di Pulogadung Kebakaran Saat Ditinggal Penghuni, 1 Mobil Terselamatkan

Rumah di Pulogadung Kebakaran Saat Ditinggal Penghuni, 1 Mobil Terselamatkan

Megapolitan
Pemuda Pemakai Tembakau Sintetis di Jaksel Diciduk Usai Adanya Aduan Warga

Pemuda Pemakai Tembakau Sintetis di Jaksel Diciduk Usai Adanya Aduan Warga

Megapolitan
Gas Air Mata Ditembakkan di Lokasi Bentrokan Ormas di Bekasi, Warga: Mata Perih, Anak-anak Ketakutan

Gas Air Mata Ditembakkan di Lokasi Bentrokan Ormas di Bekasi, Warga: Mata Perih, Anak-anak Ketakutan

Megapolitan
Jadi Korban Modus Geser Tas, Pria Ini Kehilangan 'Voucher' Belanja Rp 12 Juta dan iPad

Jadi Korban Modus Geser Tas, Pria Ini Kehilangan "Voucher" Belanja Rp 12 Juta dan iPad

Megapolitan
Buntut Kapel Digeruduk, Setara Institute Dorong Pemkot Depok Bangun Ekosistem yang Toleran

Buntut Kapel Digeruduk, Setara Institute Dorong Pemkot Depok Bangun Ekosistem yang Toleran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com