Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/06/2023, 17:16 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks kualitas udara di Jakarta dalam empat hari terakhir masuk kategori tidak sehat. Berdasarkan data IQAir, indeks kualitas udara di Jakarta tercatat 129 AQ US pada Jumat (2/6/2022), pukul 16.00 WIB.

Kondisi ini patut diwaspadai karena membawa dampak buruk bagi kesehatan, terutama pada saluran pernapasan.

Dokter spesialis paru Agus Dwi Susanto memaparkan sejumlah risiko penyakit yang dapat timbul, baik dalam jangka waktu dekat maupun jangka panjang bila seseorang terpapar polutan terus-menerus.

"Sebagian besar yang dirasakan itu dampak langsung yang sifatnya akut dan jangka pendek, seperti keluhan hidung berair, sakit tenggorokan, kemudian batuk-batuk, tenggorokan terasa gatal," ucap dokter Agus saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (2/6/2023).

Baca juga: Saat Polusi dari Kendaraan Pribadi Bawa Jakarta Jadi Juara Dunia Kualitas Udara Terburuk…

Gangguan kesehatan ini, kata dia, terjadi akibat polutan yang terhirup lalu menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan.

"Nah, polutan yang terhirup masuk bersifat polutan iritatif atau iritan, dan itu menyebabkan iritasi dari mukosa saluran napas atas, saluran napas tengah sampai saluran napas bawah," ujar dia.

Polutan yang terhirup dapat mengakibatkan gangguan kesehatan jangka pendek yang sifatnya iritatif berupa batuk, sakit tenggorokan, hidung berair, hingga tenggorokan berdahak.

Namun, pada kalangan tertentu yang juga memiliki penyakit lain, dampaknya bisa lebih berat.

Baca juga: Ikhtiar untuk Memperbaiki Kualitas Udara Jakarta

"Misalnya dia punya asma, punya penyakit paru kronik, punya penyakit jantung, maka akan timbul keluhan pernapasan berat yang menyebabkan terjadinya serangan atau di dalam istilah kedokterannya eksaserbasi (perburukan gejala pernapasan akut)," papar dokter Agus.

Ia juga memaparkan, salah satu faktor utama penyebab terjadinya gangguan pernapasan ialah komponen partikel dalam polutan, yang terhirup manusia.

"Semakin kecil ukuran partikel, semakin menyebabkan iritasi saat masuk ke dalam saluran napas bawah sampai ke paru," jelas dokter Agus.

Misalnya, tambah dia, polutan PM 2.5 atau polutan yang berukuran 2,5 mikrometer yang saat ini paling banyak ditemukan dalam polusi udara.

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Masih Buruk, Pemprov DKI Janji Turunkan 41 Persen Polutan Berbahaya pada 2030

"PM 2.5 itu bisa masuk sampai ke paru sampai alveoli, bahkan dia bisa masuk ke dalam darah, dan disinyalir saat ini partikel itu sebagai salah satu partikel paling bahaya dari polutan," terang dokter Agus.

Lebih lanjut dokter Agus menjelaskan, jika partikel PM 2.5 terhirup dalam jumlah banyak, hal ini dapat menyebabkan peradangan kronik dari sistem vaskular (pembuluh darah) tubuh yang mengidentifikasikan potensi polutan tersebut.

"Bisa meningkat risiko penyakit jantung sampai stroke, karena polutan yang ukurannya sangat halus itu masuk dalam darah, terdistribusi di tubuh dan berisiko meningkatkan penyempitan pembuluh darah pada jantung," ungkap dia lagi.

Sehingga secara keseluruhan, dampak polutan tidak hanya terkait dengan paru dan pernapasan, melainkan juga berhubungan dengan sistem kardiovaskular, penyakit jantung dan pembuluh darah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Ironi Pelaku Kekerasan Seksual yang Tewas dalam Tahanan di Depok, Proses Hukum Berhenti Sebelum Vonis

Ironi Pelaku Kekerasan Seksual yang Tewas dalam Tahanan di Depok, Proses Hukum Berhenti Sebelum Vonis

Megapolitan
Pelintasan Liar di Cengkareng yang 'Makan' Korban Bakal Ditutup KAI

Pelintasan Liar di Cengkareng yang "Makan" Korban Bakal Ditutup KAI

Megapolitan
Dirayu Buat Pindah, Perwakilan Warga Eks Kampung Bayam Diajak Survei Rusun

Dirayu Buat Pindah, Perwakilan Warga Eks Kampung Bayam Diajak Survei Rusun

Megapolitan
Jajal LRT TMII-Dukuh Atas di Jam Kerja yang Padat Penumpang, Celingak-celinguk Cari Bangku Kosong

Jajal LRT TMII-Dukuh Atas di Jam Kerja yang Padat Penumpang, Celingak-celinguk Cari Bangku Kosong

Megapolitan
AR Mati di Markas Polisi, Benarkah Pelaku Kejahatan Seksual Anak Jadi Musuh Tahanan?

AR Mati di Markas Polisi, Benarkah Pelaku Kejahatan Seksual Anak Jadi Musuh Tahanan?

Megapolitan
Wali Kota Jaksel Sidak Gandaria City, Cek Pengoperesian 'Water Mist Generator'

Wali Kota Jaksel Sidak Gandaria City, Cek Pengoperesian "Water Mist Generator"

Megapolitan
Tertahan di Restoran saat Bentrok Ormas Bekasi, Warga: Perih dan Sesak karena Gas Air Mata

Tertahan di Restoran saat Bentrok Ormas Bekasi, Warga: Perih dan Sesak karena Gas Air Mata

Megapolitan
Uji Praktik SIM Pakai Model Baru, Polisi Sebut Angka Keberhasilan Meningkat

Uji Praktik SIM Pakai Model Baru, Polisi Sebut Angka Keberhasilan Meningkat

Megapolitan
Berat Badan Sultan Korban Kabel Fiber Optik Sudah 53 Kilogram, Ginjalnya Pun Membaik

Berat Badan Sultan Korban Kabel Fiber Optik Sudah 53 Kilogram, Ginjalnya Pun Membaik

Megapolitan
Hari Terakhir Batas Pembongkaran Mandiri, Tenda Warga Kampung Bayam Masih Berdiri

Hari Terakhir Batas Pembongkaran Mandiri, Tenda Warga Kampung Bayam Masih Berdiri

Megapolitan
Seorang Pria Tewas Tertabrak KRL Tangerang-Duri di Cengkareng

Seorang Pria Tewas Tertabrak KRL Tangerang-Duri di Cengkareng

Megapolitan
Nasib Salak Condet Kini, Maskot Jakarta yang Kian Langka Tergeser Zaman...

Nasib Salak Condet Kini, Maskot Jakarta yang Kian Langka Tergeser Zaman...

Megapolitan
Terjebak di Restoran Saat Bentrokan Ormas di Bekasi, Warga: Kami Ditahan Sampai Suasana Mereda

Terjebak di Restoran Saat Bentrokan Ormas di Bekasi, Warga: Kami Ditahan Sampai Suasana Mereda

Megapolitan
Sederet Fakta Ledakan yang Sebabkan Ruang Radiologi RS Eka Hospital Terbakar

Sederet Fakta Ledakan yang Sebabkan Ruang Radiologi RS Eka Hospital Terbakar

Megapolitan
PT Unifam Buka Suara Soal Gorong-gorong di Kebon Jeruk yang Disebut Dibangun Sepihak

PT Unifam Buka Suara Soal Gorong-gorong di Kebon Jeruk yang Disebut Dibangun Sepihak

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com