JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah hampir dua tahun warga Jakarta memenangkan gugatan tentang polusi udara. Namun, belum ada perubahan signifikan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI atas putusan majelis hakim tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan warga negara atas polusi udara di Ibu Kota pada Pada 16 September 2021.
"Tapi data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI sendiri mengatakan 2021 dan 2022 status mutu udaranya masih tercemar," ucap Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu, kepada Kompas.com, dikutip Rabu (7/6/2023).
Baca juga: Kini Peringkat 3 Kualitas Udara Terburuk Dunia, Apa Solusi Jakarta?
Berdasarkan laporan akhir Pemantauan Kualitas Udara Jakarta 2022 yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), status mutu udara di Jakarta pada tahun lalu menunjukkan kondisi tercemar.
Kondisi tersebut dapat dilihat dari nilai indeks status mutu udara (ISM) yang menunjukkan nilai ≥ 0.1. Hasil analisis menunjukkan pada 2022 di wilayah DKI Jakarta tercemar oleh PM2.5 dan PM10.
Kualitas udara ambien dapat juga dievaluasi menggunakan nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
Evaluasi kualitas udara berdasar analisis ISPU selama 2022, jumlah hari baik tertinggi 16 persen di Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA) DKI5 Kebon Jeruk, hari tidak sehat tertinggi 35 persen di SPKUA DKI4 Lubang Buaya.
"Terdapat peningkatan jumlah hari tidak sehat sejalan dengan penurunan curah hujan memasuki musim kemarau," bunyi laporan KLHK tersebut.
Baca juga: Jakarta Kekurangan Alat Pantau Kualitas Udara, Greenpeace: Pemprov DKI Lalai
Lima pejabat negara divonis bersalah atas pencemaran udara di Ibu Kota, yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
Dalam putusannya, majelis hakim menghukum kelima tergugat agar melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta.
Majelis hakim menghukum Presiden untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Majelis hakim juga menghukum Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas ketiga provinsi.
Baca juga: Buruknya Kualitas Udara Jakarta Sudah Makan Korban, Dinkes DKI Diminta Turun Tangan
Majelis hakim juga menghukum Gubernur DKI Jakarta untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan setiap orang mengenai ketentuan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.
Bondan menyoroti kinerja Pemprov DKI usai gugatan itu dimenangkan warga Jakarta dua tahun lalu. Pasalnya, ia belum melihat kerja nyata dari semua perintah hakim tersebut.
Adapun perintah majelis hakim memerintahkan Gubernur DKI Jakarta menginventarisasi mutu udara ambien potensi sumber pencemaran udara, kondisi meteorologis, dan geografis serta tata guna tanah dengan mempertimbangkan penyebaran emisi dari sumber pencemar yang melibatkan publik.
Baca juga: Kondisi Udara Jakarta Sedang Tak Baik-baik Saja: Anak-anak Jadi Korban, Risiko Kanker Mengintai
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.