JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023), diwarnai aksi debat yang memanas.
Adapun agenda sidang tersebut adalah pemeriksaan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan selaku saksi kasus dugaan pencemaran nama baiknya.
Selain terjadi perdebatan, ada sejumlah pernyataan mengejutkan yang disampaikan oleh Luhut maupun pihak Haris.
Perdebatan sempat terjadi karena Luhut meminta izin untuk menunjukkan pesan percakapan dirinya dengan Haris. Hal itu dilakukan Luhut sebagai bukti bahwa ia memiliki hubungan baik dengan Haris.
Baca juga: Jadi Saksi Sidang Haris-Fatia, Luhut: Saya Siap Dihukum kalau Memang Salah
Namun, pihak kuasa hukum Haris keberatan jika isi pesan percakapan kliennya dengan Luhut dibacakan di persidangan.
"Majelis, tidak ada relevansinya dengan peristiwa. Hubungan personal tidak ada relevansinya dengan peristiwa," ungkap pihak kuasa hukum Haris, Kamis.
Sementara itu, pihak jaksa penuntut umum (JPU) merasa tidak masalah jika memang tidak ada yang disembunyikan oleh pihak Haris Azhar.
Akhirnya hakim hanya meminta print out dari pesan percakapan yang ingin ditunjukkan Luhut tanpa membacakannya dalam sidang.
Belakangan diketahui bahwa isi percakapan yang ingin ditunjukkan Luhut adalah permintaan tolong Haris kepada dirinya soal urusan karyawan Freeport, berikut di antaranya:
Pesan pertama
Haris: Selamat Malam Pak, semoga sehat terus. Pak, melanjutkan telp saya ke Bapak 2 minggu lalu, saya minta waktu ke Bapak utk membawa/ketemuan dengan Para Ketua adat dari masy asli di sekitar wilayah Tembaga Pura areal lokasi Freeport.
Baca juga: Terungkap Pesan WhatsApp Haris Azhar ke Luhut, Isinya Minta Tolong soal Freeport
Mereka mau mengadu dan minta bantuan ke Bapak, perihal saham mereka yang yak (tidak) kunjung jelas distribusi dan peruntukannya. Saya berharap Bapak bisa sediakan waktu utk temui mereka.. Terimakasih dan saya tunggu kabar baiknya dari Pak Luhut
Luhut: Silakan saja dan mengatur hari pertemuannya.
Pesan kedua
Haris: Paaaak,selamat ya!! Tapi bantu urusan-urusan saya juga donk.. semoga sukses dengan tugas lanjutannya!!" tulis Haris kepada Luhut.
Luhut: Okok yerimakasih (terima kasih) ya, apa yg perlu saya bantu...," jawab Luhut.
Haris: Itu Pak urusan karyawan Freeport. Bapak harus bantu lah.. minggu depan saya temui Bapak ya.
Luhut: Okok saya tunggu.
Baca juga: Tak Hadiri Klarifikasi yang Diinisiasi Haris, Luhut: Ngapain Saya Mesti Datang ke Dia
Pesan ketiga
Haris: Selamat malam Pak... Pak, kapan dan bagaimana saya bisa ketemu Bapak, mau bicarakan soal 8000 Karyawan Freoport Indonesia di PHK sepihak. Pemerintah (Men. ESDM, Men. Tenaga Kerja) tidak ada yg mau bicara & urus Ditunggu kabarnya Pak, sabelum Bapak ke Jepang. Makasih. Salam.
Luhut: Okok sepulang saya dari G20 ya.
Beberapa waktu kemudian debat panas kembali terjadi. Kali ini gara-gara Luhut yang sedang bersaksi membawa dan membaca catatan.
Catatan yang dibawa Luhut membuat kuasa hukum pihak Haris dan Fatia kembali melayangkan protes keras.
Baca juga: Mengaku Sedih Saat Tonton Podcast Haris dan Fathia, Luhut: Saya Baik sama Dia Kok...
"Yang mulia, bagaimana mungkin pemeriksaan dilakukan dengan saksi membawa catatan," ujar salah satu kuasa hukum pihak Haris.
Mendapati hal itu, reaksi keras ditunjukkan Luhut dengan menutup catatannya. Ia juga mengaku akan tegas menjawab semua pertanyaan demi keadilan.
Luhut juga mengungkapkan kegeramannya hingga menyebut jangan ada provokasi dalam sidang yang sedang berlangsung.
Saat memberikan kesaksian, Luhut mengeklaim bahwa Haris pernah meminta saham PT Freeport kepada dirinya.
Jaksa penuntut umum mulanya bertanya apakah Haris Azhar pernah mengunjungi kediaman Luhut.
Luhut berujar, Haris pernah datang ke rumahnya pada Maret atau April 2021. Saat itu, menurut Luhut, Haris meminta beberapa persen saham PT Freeport.
Baca juga: Di Bawah Sumpah, Luhut Sebut Haris Azhar Pernah Minta Saham Freeport
"Tidak sampai detail, tapi (Haris) meminta sejumlah saham (PT Freeport). Kalau saya enggak keliru beberapa persen," ujar dia.
Luhut mengaku tidak tahu Haris Azhar mewakili suku mana saat meminta saham PT Freeport. Menurut Luhut, Haris Azhar tidak mewakili pihak pemerintah saat meminta saham.
Kepada Haris, Luhut mengaku tidak mudah untuk memberikan saham.
"Tapi kan tidak segampang itu juga. Saya telepon Freeport, Freeport jawab. Kan kami tanya suku mana dulu, karena banyak suku yang klaim punya saham di sana," ungkap Luhut.
Saat diberi kesempatan untuk bicara, Haris membantah pernah meminta saham PT Freeport ke Luhut.
Haris tak menampik bahwa dirinya memang pernah menghubungi Luhut, tetapi untuk meminta bantuan agar memproses saham masyarakat adat yang tinggal di sekitar pertambangan Freeport.
"Soal saya minta saham, saya sebenarnya keberatan. Bahkan karena ini live, HP saya dapat banyak serangan orang ngeledekin saya. Saya enggak tahu, enggak kenal siapa," ungkap Haris.
Haris menjelaskan, saat itu ia menghubungi Luhut karena kapasitasnya sebagai kuasa hukum masyarakat adat yang hidup di sekitar tambang Freeport.
Menurut Haris, Luhut yang menjabat sebagai Menko Marves kurang lebih bertanggung jawab dalam proses divestasi saham freeport di Indonesia.
"Saya sebagai kuasa hukum masyarakat adat ketemu situasi bahwa belum ada peraturan daerah untuk memastikan pembagian saham. Bukan saya minta saham. Saya juga ngerti hukum dan saya memastikan itu," tegas Haris.
"Makanya setelah kami upaya di level Bupati Mimimika tidak berhasil, maka saya bilang ke klien saya 'mari kita datang ke Menko Marves', mereka bilang 'pak Haris kenal kan?' 'Kenal', saya coba informal. Nah itu yang saya lakukan," sambungnya.
Lebih lanjut, Haris membenarkan bahwa dirinya diterima baik oleh legal dan staf dari Luhut.
"Betul saya diterima dengan baik sekali oleh pak Lambog. Kami duduk ditemani pak Jodi seperti yang saudara saksi (Luhut) bilang. Jadi kapasitas saya itu. Bukan saya minta saham," tuturnya.
Baca juga: Ini Perdebatan Kuasa Hukum Haris-Fatia Vs Hakim-Jaksa soal Pertanyaan Papa Minta Saham ke Luhut
Kasus 'papa minta saham' turut disinggung di dalam persidangan sehingga terjadi perdebatan antara kuasa hukum Haris-Fatia yang menanyakan hal tersebut, yakni Ma'ruf Bajamal dengan jaksa dan hakim.
Jaksa berpendapat, kasus itu tak selayaknya diungkap di dalam persidangan ini lantaran tidak memiliki kaitan langsung dengan pokok perkara.
Berikut ini petikan perdebatan tersebut:
Ma'ruf: Apakah pernah ada pihak lain menyebut-nyebut nama anda terkait kegiatan perusahaan tambang di Papua?
Luhut: Sepanjang saya ingat, enggak ada.
Ma'ruf: Saya coba ingatkan kembali kepada saudara saksi, pernah ada kasus 'papa minta saham' yang mana disebut 66 kali bahwa anda meminta bagian saham dari sebuah perusahaan bernama PT Freeport Indonesia.
Jaksa: Keberatan, Yang Mulia.
Hakim: Jangan saudara (kuasa hukum) memberikan penjelasan ya. Saudara tidak boleh memberikan penjelasan kepada saksi. Cukup ditanyakan.
Ma'ruf: Ini follow up pertanyaan, Yang Mulia. Jangan kemudian saya dipotong ketika saya belum selesai menanyakan pertanyaan saya.
Baca juga: Kuasa Hukum Haris-Fatia Tanya Luhut soal Kasus Papa Minta Saham, Langsung Dipotong Jaksa dan Hakim
Hakim: Enggak perlu mengingatkan. Mengingatkan saksi enggak perlu.Kemudian Ma'ruf menegaskan pertanyaan lagi ke Luhut.
Ma'ruf: Baik, saudara tidak ingat?
Luhut: Begini, begini. Kasus saham Freeport itu kan sudah selesai. Tidak ada alat bukti. Jadi ngapain saudara mesti ulang-ulangin?
Ma'ruf: Makanya pertanyaan saya belum selesai sudah dipotong oleh Jaksa. Jadinya kita sepotong-sepotong persidangan ini, Yang Mulia.
Hakim: Makanya tanyakan. Jangan saudara bercerita.
Ma'ruf: Ini pengantar, Yang Mulia. Biar ada konteks daripada pertanyaan saya.
Ma'ruf kemudian bertanya kembali dan untuk kedua kalinya menyinggung kasus 'papa minta saham'.
Ma'ruf: Apakah saudara melakukan langkah melaporkan ke kepolisian? Pada waktu itu Ketua DPR Setya Novanto, karena mencatut nama anda di persoalan 'papa minta saham'?
Baca juga: Usai Sidang, Luhut Diolok-olok Lord dan Menteri Segala Menteri oleh Pendukung Haris-Fatia
Jaksa: Izin, Yang Mulia. Ini sudah terlalu jauh. Sudahlah fokus saja ke dakwaan.
Ma'ruf: Ini kan jawaban saudara saksi, kenapa jaksa serta merta motong? Biarkan saksi menjawab.
Jaksa: Tinggal dibaca saja surat dakwaannya.
Luhut: Begini, Yang Mulia. Kalau boleh saya sampaikan kepada anak muda ini. Mbok fokus ke kita lah. Kalau kamu kiri kanan kiri kanan, enggak akan semua selesai. Silakan tanya saya apa saja. Tapi fokus pada ini.
Hakim pun meminta agar Ma'ruf tidak memberikan penjelasan dan cukup bertanya saja. Ma'ruf menaati permintaan Hakim tersebut.
Luhut membantah perusahaan miliknya yang bernama Toba Sejahtera turut "bermain" dalam bisnis tambang emas di Intan Jaya, Papua.
Pada awal sidang, Luhut mengakui, Toba Sejahtera Group merupakan perusahaan miliknya. Ia merupakan pemilik saham terbesar perusahaan tersebut.
Baca juga: Saat Luhut Bantah Bermain Tambang Emas di Papua lewat PT Tobacom Del Mandiri...
Namun, setelah dipercaya masuk ke dalam pemerintahan Joko Widodo, Luhut memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan komisaris utama, meskipun tetap menjadi pemegang saham.
Ia pun memercayakan perusahaan tersebut kepada seseorang yang akrab disapa "Bu Nana".
"Sejak (masuk ke) pemerintahan, saya mengundurkan dari semua kegiatan perusahaan dan saya serahkan sepenuhnya ke CEO-nya, Bu Nana," ujar Luhut.
Kepada Bu Nana, Luhut mengaku berpesan supaya dirinya tak lagi disibukkan dengan urusan perusahaan karena waktu dan tenaga telah tersita bekerja di kabinet pemerintahan.
Selain itu, Luhut juga berpesan agar perusahaannya jangan pernah terlibat bisnis dengan pemerintah demi menghindari konflik kepentingan.
Oleh sebab itu, ia mengaku tidak mengetahui bahwa PT Toba Sejahtera Group memiliki anak perusahaan bernama PT Tobacom Del Mandiri.
"Tidak, saya tidak tahu," ujar Luhut.
Diketahui, dalam perbincangan Haris dan Fatia di acara podcast berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam", PT Tobacom Del Mandiri disebut-sebut sebagai perusahaan yang cawe-cawe dalam pengelolaan proyek Derewo Gold River di Intan Jaya.
Baca juga: Soal Tudingan Bermain Tambang di Papua, Luhut: Saya Sama Sekali Tidak Ada Waktu untuk Itu
Tobacom Del Mandiri disebut memberikan sertifikat untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) Derewo serta izin kehutanan, dan mengelola akses sekaligus keamanan lokasi.
Dalam sidang, kuasa hukum Haris-Fatia, Asfinawati, sempat bertanya perihal kerja sama antara PT Tobacom Del Mandiri dengan perusahaan tambang West Wits Mining untuk mengelola "gunung emas" di Intan Jaya.
"Ada dokumen 12 Oktober 2016, siaran pers West Wist Mining yang mengatakan, ada kerja sama dengan Tobacom Del Mandiri. Tobacom Del Mandiri adalah bagian dari Toba Sejahtera dan Tobacom Del Mandiri adalah salah satu anak perusahaan Toba Bara Sejahtera. Apakah Bapak mengetahui ini?" tanya Asfinawati.
Luhut lantas menegaskan lagi bahwa PT Tobacom Del Mandiri bukanlah bagian dari PT Toba Sejahtera.
"Ya saya sudah jelaskan tadi. Sudah dibantah oleh Ibu Nana bahwa itu (Tobacom Del Mandiri) tidak bagian dari kami," ujar Luhut.
(Penulis: Muhammad Naufal | Editor: Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Nursita Sari, Ihsanuddin).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.