JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Kamis (7/11/2013), membatalkan tujuh surat keputusan Gubernur DKI tentang izin bagi perusahaan garmen dan wig di Kawasan Berikat Nusantara untuk menangguhkan pembayaran upah minimum provinsi 2013 sebesar Rp 2,2 juta. Hakim memutuskan agar tergugat, Gubernur DKI Joko Widodo, untuk mencabut ketujuh surat keputusan itu.
Majelis Hakim yang diketuai Husman dan didampingi dua hakim anggota, I Nyoman Harnanta serta Elizabeth, mempersilakan bagi tergugat untuk mengajukan banding jika merasa tak puas. Bayu Mahendra, selaku perwakilan Gubernur DKI dari Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI, menyatakan bahwa Pemprov DKI akan mengajukan banding atas putusan hakim PTUN. "Secepatnya kami akan ajukan banding," katanya.
Persidangan dihadiri hampir seratus orang buruh dari Serikat Pekerja Nasional. Mereka adalah pihak penggugat, yang kehadirannya dalam proses persidangan diwakili oleh tim pengacara Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Gugatan terhadap 7 SK Gubernur DKI telah diajukan buruh ke PTUN sejak April 2013. Dalam gugatan disebutkan, tujuh SK itu masing-masing diberikan untuk PT Kaho Indah Citra Garmen, PT Misung Indonesia (garmen), PT Myungsung Indonesia (wig), PT Kyeungseng Trading Indonesia (garmen), PT Star Camtex (garmen), PT Good Guys Indonesia (garmen), dan PT Yeon Heung Mega Sari (garmen).
Ketua Majelis Hakim Husban menyatakan, menghukum para tergugat (Gubernur DKI dan tujuh perusahaan penerima SK) membayar biaya perkara sebesar Rp 442.000 secara tanggung renteng. Pengacara buruh dari LBH Jakarta, Maruli Rajaguguk, mengatakan, Gubernur DKI sebaiknya memperhatikan SK penangguhan UMP yang telah dibatalkan oleh PTUN. Menurut Maruli, ada indikasi pengusulan SK itu sarat manipulasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI.
"Jokowi itu kan paling hanya tanda tangan. Yang mengusulkan itu kan dari Dinas Tenaga Kerja. Tak menutup kemungkinan di dinas itu ada mafianya sehingga muncul SK tersebut. Sebaiknya, Jokowi blusukan juga ke Dinas Tenaga Kerja untuk memeriksa kinerja bawahannya di sana," jelas Maruli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.