Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalah di PTUN, Jokowi Minta Perusahaan Bayar Buruh Sesuai UMP

Kompas.com - 07/11/2013, 18:44 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Gubernur DKI Joko Widodo meminta perusahaan yang menangguhkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2013 untuk segera menyesuaikan dengan UMP sebesar Rp 2,2 juta. Hal itu menyusul dimenangkannya gugatan buruh dari tujuh perusahaan di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta Timur, terhadap Jokowi yang mengabulkan izin penangguhan UMP pada awal 2013 lalu.

"Kalau sudah keputusan pengadilan, mestinya memang seperti itu (dibayar sesuai UMP 2013)," ujar Jokowi kepada wartawan di Balaikota, Jakarta Pusat pada Kamis (7/11/2013) sore.

Lantaran baru diputuskan Kamis siang, Jokowi mengaku belum mendapatkan laporan resmi dari keputusan pengadilan tersebut. Namun, Jokowi tetap menghormati peradilan yang berlaku. Bisa saja perusahaan akan mengajukan banding dan sebagainya. Ia akan menunggu keputusan final peradilan tersebut.

"Kalau perusahaan banding, gimana? Tunggu sajalah," lanjutnya.

Sementara itu, soal tudingan buruh bahwa Jokowi dikelabui oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi terkait perusahaan mana saja yang berhak menangguhkan UMP-nya, Jokowi menampik. "Itu kan urusan Dinas (Disnakertrans DKI) kan pasti sudah cek ke lapangan satu per satu perusahaannya gimana," ujarnya.

Sedangkan soal permintaan buruh agar Jokowi blusukan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI untuk memantau kinerja anak buahnya di sana, Jokowi menyambut baik. Satu per satu satuan di Pemerintah Provinsi DKI, kata Jokowi, akan ditinjaunya. Dia mengatakan tidak tebang pilih dalam meninjau suatu permasalahan.

Sebelumnya diberitakan, Majelis Hakim PTUN Jakarta, Kamis siang, membatalkan tujuh surat keputusan Gubernur DKI tentang izin bagi perusahaan garmen dan wig di KBN (Kawasan Berikat Nusantara) untuk menangguhkan pembayaran upah minimum provinsi 2013 sebesar Rp 2,2 juta.

Hakim memutuskan agar tergugat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mencabut ketujuh surat keputusan itu. Gugatan terhadap 7 SK Gubernur DKI telah diajukan buruh ke PTUN sejak April 2013.

Dalam gugatan disebutkan, tujuh SK itu masing-masing diberikan untuk PT Kaho Indah Citra Garmen, PT Misung Indonesia (garmen), PT Myungsung Indonesia (wig), PT Kyeungseng Trading Indonesia (garmen), PT Star Camtex (garmen), PT Good Guys Indonesia (garmen), dan PT Yeon Heung Mega Sari (garmen).

Ketua Majelis Hakim Husban menyatakan menghukum para tergugat (Gubernur DKI dan tujuh perusahaan penerima SK), dan membayar biaya perkara sebesar Rp 442.000 secara tanggung renteng.

Pengacara buruh dari LBH Jakarta Maruli Rajagukguk mengatakan, Gubernur DKI sebaiknya memperhatikan SK penangguhan UMP yang telah dibatalkan oleh PTUN.

Menurut Maruli, ada indikasi pengusulan SK itu sarat manipulasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Megapolitan
NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

Megapolitan
Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Megapolitan
Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Megapolitan
Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Megapolitan
Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Gerindra Jaring Sosok Calon Wali Kota Bogor, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Jadi Pendaftar Pertama

Megapolitan
Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Heru Budi: Normalisasi Ciliwung Masuk Tahap Pembayaran Pembebasan Lahan

Megapolitan
Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Pengemudi Fortuner Arogan Pakai Pelat Palsu TNI untuk Hindari Ganjil Genap di Tol

Megapolitan
Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Dua Kecamatan di Jaksel Nol Kasus DBD, Dinkes: Berkat PSN dan Pengasapan

Megapolitan
Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Gerindra Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Tanpa Syarat Khusus

Megapolitan
Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Kronologi Remaja Dianiaya Mantan Sang Pacar hingga Luka-luka di Koja

Megapolitan
Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Jadi Tukang Ojek Sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bakar Bisa Bikin Rumah dan Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Harga Bawang Merah di Pasar Perumnas Klender Naik, Pedagang: Mungkin Belum Masa Panen

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com