"Jadi, kalau menurut Mas Jokowi, sudah tidak boleh lagi mekanisme diat (uang duka keluarga) sebagai solusi kasus-kasus vonis hukuman mati," kata Rieke di Balaikota Jakarta, Rabu (26/3/2014).
Mengapa Rieke meminta perlindungan kepada Jokowi yang Gubernur DKI? Menurut Rieke, sejak awal persidangan pada tahun 2007, Pemerintah Indonesia tidak pernah mendampingi Satinah, sedangkan sidang eksekusi Satinah tinggal tujuh hari lagi.
Menurut dia, uang yang terkumpul untuk Satinah baru Rp 12 miliar dari total Rp 21 miliar yang harus dibayarkan. Sementara uang yang terkumpul dari hasil patungan sebesar Rp 2,4 miliar.
"Kalau tentang kebijakan sekarang, lebih baik ditanyakan kepada pemerintahan Pak SBY. Tapi, mau bagaimana lagi, waktunya sudah mendesak," kata Rieke.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyampaikan rasa keprihatinannya terhadap kasus yang menimpa Satinah. Sebagai warga negara Indonesia (WNI), sebaiknya semua eksekusi bisa dibatalkan.
Jokowi menjelaskan, saat ini, masih ada kekurangan Rp 9 miliar untuk menutupi uang diat tersebut. Oleh sebab itu, Jokowi mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bergotong royong mengumpulkan uang duka sebelum pelaksanaan hukuman eksekusi.
"Semua orang harus punya kepedulian yang sama karena biar bagaimanapun Satinah ini juga WNI yang harus dilindungi," kata Jokowi.
Satinah seorang TKI asal Ungaran, Jawa Tengah, mengadu nasib ke Arab Saudi. Namun, di sana, dia mendapat siksaan dari majikannya. Satinah melakukan perlawanan sehingga menewaskan majikannya.
Pengadilan Arab Saudi memutuskan bahwa Satinah bersalah dan harus menjalani hukuman pancung pada 3 April 2014. Untuk bisa bebas dari hukuman tersebut, Satinah harus membayar uang maaf sebesar Rp 25 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.