Ternyata, praktik esek-esek tersebut telah berkembang lebih maju dengan bantuan teknologi. Kalau dulu dikenal "prostitusi tempat", kini dunia mayalah yang menjadi "tempatnya".
Moammar Emka, penulis buku Jakarta Undercover yang mengupas tentang kehidupan malam di Jakarta, berpendapat, para pekerja seks komersial (PSK) kini mencari celah karena prostitusi banyak dianggap ilegal. Setelah majunya era digital, praktik prostitusi pun menyesuaikan diri.
"Itu kemudian menjadi salah satu cara orang membuka lahan di sana," kata Moammar ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (16/4/2015).
Moammar mengatakan, faktor kedua yakni karena banyak PSK yang kehilangan tempat. Lokasi prostitusi "dibumihanguskan" dan dilarang atau ditutup. Akhirnya, para PSK ini memulai praktik model baru dengan bantuan teknologi tanpa mesti hadir atau mangkal di tempat tertentu.
"PSK makin sempit ruang geraknya, dia enggak punya celah lagi karena dulunya lokalisasi boleh, tapi sekarang banyak yang ditutup," ujar Moammar.
Faktor ketiga yakni perkembangan media sosial yang begitu pesat. Media sosial, lanjut dia, menjadi wadah tanpa batas bagi siapa pun. Ibaratnya menjadi tempat pertemuan orang dari belahan mana pun, seperti sebuah terminal dan begitu bebas. Ini juga yang kemudian mengubah gaya komunikasi masyarakat.
"Itu yang kemudian dimanfaatkan oleh mucikari, agen, atau PSK personal untuk buka lahan di situ," ujar Moammar.
Kasus kematian yang menjerat seorang penyedia jasa seksual seperti Alfi, lanjut dia, adalah buktinya. Seorang penyedia jasa seks dengan mudah men-display-kan dirinya di media sosial.
"Dan ternyata iklannya dia di sana, banyak dimakan orang dan dilihat. Terjadilah transaksi," ujar Moammar.
Praktik prostitusi digital, menurut dia, tidak hanya personal. Mucikari yang membawahkan beberapa PSK pun kini ada juga yang hijrah ke dunia maya. Hal semacam ini, kata dia, sudah berlangsung lama. Namun, kasus pembunuhan Alfi kemudian membuat kegiatan esek-esek di jagat maya itu kembali menjadi sorotan.
"Semakin ke sini itu menyebutnya prostitusi digital karena konteks dan variatifnya jauh lebih maju, tidak hanya teks atau foto lagi, tapi juga video," ujar Moammar.
Tidak aman
Moammar menilai, prostitusi digital lebih berbahaya ketimbang gaya prostitusi konvensional dulu. "Keamanan fisiknya tidak ada yang bisa menjamin. Jika terjadi kekerasan seksual gimana? Kalau terlibat pembunuhan kan repot," ujar dia.
Selain itu, PSK yang menjajakan diri secara personal seperti itu dipertanyakan soal prosedur pemeriksaan kesehatannya. Apakah PSK tersebut mengontrol kesehatannya minimal dua bulan sekali? "Sementara kalau di lokalisasi itu ada pemeriksaan kesehatannya," kata dia.
Sulit diberantas
Kegiatan esek-esek menjadi sulit diberantas, apalagi ketika wadahnya melalui dunia maya. "Susah, ini klasik. Tapi, kita bisa meminimalisasi kalau Kominfo bisa blok situsnya. Ya, paling tidak orang tidak segampang itu membuka situs porno," ujar dia.
Moammar menyatakan, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memberi bibit baik bagi generasi muda, misalnya melalui pendidikan seks yang baik. "Kemudian peran orangtua dalam keluarga dan bagaimana cara berinternet yang sehat," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.