Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajib "E-ticketing" Dinilai Jadi Penyebab Menurunnya Penumpang Transjakarta

Kompas.com - 08/06/2015, 18:07 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) mencatat terjadi penurunan penumpang layanan bus transjakarta pada kuartal pertama tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Banyak hal yang mereka sebut jadi faktor penyebab menurunnya penumpang bus transjakarta.

Salah satunya adalah tidak adanya lagi tiket sekali jalan (single trip). Ketua DTKJ Ellen Tangkudung menyebut tidak adanya lagi single trip pada layanan bus transjakarta berdampak terhadap menghilangnya penumpang musiman.

Penumpang yang ia maksudkan adalah penumpang yang menggunakan transjakarta hanya pada periode tertentu. [Baca: Bus Sering Rusak, Jumlah Penumpang Transjakarta Dikhawatirkan Kembali Turun]

"Dulu banyak keluarga yang saat mau liburan ke Ragunan, mereka naik transjakarta. Tetapi, sekarang sudah enggak bisa lagi karena kalau mau naik mereka harus bayar (e-money) Rp 40.000. Itu sendiri. Kalau dia bawa istri sama tiga anak, sudah habis berapa?" ujar Ellen di kantornya, Senin (8/6/2015).

Sebagai informasi, sejak Agustus-Desember 2014, pengelola bus transjakarta secara bertahap menghilangkan penjualan tiket sekali jalan di 12 koridor.

Tiket sekali jalan dibanderol seharga Rp 3.500. Kini, seluruh penumpang transjakarta diwajibkan menggunakan tiket elektronik berbentuk e-money produk sejumlah bank yang harga jualnya di halte transjakarta dibanderol sebesar Rp 40.000.

Penggunaan e-money bertujuan untuk meminimalisir transaksi tunai. "Gara-gara maunya cashless, semua jadi kena," ujar Ellen.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris DTKJ David Tjahjana menilai PT Transjakarta perlu meniru langkah yang dilakukan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) dalam mengelola layananan kereta rel listrik (KRL) Commuter Line.

Menurut David, PT KCJ mampu melakukan modernisasi sistem tiket untuk mempermudah warga pelanggan layanan tersebut, tetapi tetap mengakomodir penumpang musiman.

Caranya adalah dengan tetap memproduksi sendiri kartu tiket, di samping tetap melakukan kerja sama dengan sejumlah bank untuk penggunaan e-money.

"Dulu sempat ada wacana agar transjakarta menghidupkan kembali single trip. Misalnya dengan menjual e-money cuma Rp 10.000. Atau kalaupun bayar mahal, bisa di-refund di halte tujuan. Tetapi, ide ini ditolak oleh bank. Karena itu, seharusnya transjakarta bisa buat kartu sendiri kayak di KRL. Kartunya dipakai untuk kartu single trip," ujar dia.

Sebelumnya, DTKJ menyebutkan terjadi penurunan penumpang layanan bus transjakarta pada kuartal pertama tahun 2015.

Sebab,, dalam periode Januari-April, penumpang layanan bus tersebut hanya mencatatkan jumlah sekitar 34 ribu orang.

Jumlah tersebut menurun dibanding periode yang sama pada tahun lalu yang mencapai sekitar 37 ribu orang. Atas dasar itu, DTKJ berharap agar PT Transjakarta dapat segera melakukan pembenahan.

Sebab, bila tidak, bukan tidak mungkin jumlah penumpang layanan transjakarta pada tahun ini mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Melanjutkan tren yang terjadi sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Megapolitan
Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Megapolitan
Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh 'Pelanggannya' karena Sakit Hati

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh "Pelanggannya" karena Sakit Hati

Megapolitan
12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

Megapolitan
Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Megapolitan
Warga Serpong Curhat soal Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Warga Serpong Curhat soal Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Megapolitan
Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Megapolitan
Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Megapolitan
Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com