Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan BPK Ada Tiap Tahun, Kenapa Baru Sekarang DPRD DKI Bentuk Pansus?

Kompas.com - 07/08/2015, 20:40 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beragam pertanyaan muncul seputar terbentuknya pansus laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) oleh DPRD DKI. Hasil audit BPK merupakan sebuah laporan tahunan yang pasti diterima oleh Pemerintah Provinsi DKI dan provinsi lain.

Pada tahun-tahun sebelumnya, DPRD DKI belum pernah membuat pansus untuk menyikap hasil audit dan temuan BPK ini. Kecuali tahun ini, DPRD DKI membentuk Pansus LHP BPK yang diketuai oleh Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana untuk menindaklanjuti temuan BPK.

Pertanyaannya, kenapa baru sekarang? "Mungkin baru tahun ini ketua dewannya menyadari, pembentukan pansus ini kan diputuskan oleh ketua dewan (Prasetio Edi Marsudi)," ujar Sani, sapaan Triwisaksana ketika dihubungi, Jumat (7/8/2015). (Baca: Perselisihan antara Pemprov DKI dan BPK Dinilai Membawa Dampak Positif)

Sebenarnya, kata Sani, alasan tersebut bukan satu-satunya. Persetujuan Ketua DPRD dipicu dari kunjungan DPRD DKI ke kantor BPK beberapa waktu lalu.

Ketika melakukan kunjungan tersebut, DPRD DKI ditegur karena selama ini tidak pernah membuat pansus terkait LHP BPK. Selain itu, sejak jauh-jauh hari, banyak dorongan dari sebagian besar fraksi di DPRD untuk membuat pansus.

Perwakilan fraksi beranggapan sudah saatnya hasil audit BPK ditindaklanjuti dengan pansus untuk memperbaiki hasil auditnya di kemudian hari.

Hanya satu fraksi saja yang menolak pansus ini, sisanya menyetujui. Jika dorongan dari BPK dan fraksi dinilai belum cukup beralasan untuk membentuk pansus ini, Sani masih punya satu alasan lain.

Ternyata, pembentukan pansus ini telah diatur dalam undang-undang. Sani bahkan mengakui memang seharusnya DPRD membentuk pansus ini untuk menanggapi temuan BPK.

"Ada tujuh UU yang jadi dasar pertimbangan Permendagri No 13 tahun 2010 tentang Pedoman Tindak Lanjut LHP," ujar Sani.

Semua alasan-alasan tersebut dinilai bisa menjawab pertanyaan mengenai latar belakang pansus.

Mengapa Djarot yang dipanggil dan bukan Ahok?

Pertanyaan lain yang marak muncul atas Pansus LHP BPK ini adalah fakta bahwa Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat lah yang selalu dipanggil oleh Pansus LHP BPK. Padahal, untuk anggaran 2014, Gubernur DKI Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama lah yang lebih mengetahui.

Djarot baru dilantik di penghujung tahun anggaran 2014 berakhir. Secara otomatis, Djarot belum mengetahui banyak hal soal anggaran di tahun itu.

Menjawab hal ini, Sani mengatakan temuan BPK yang dibahas bukan hanya anggaran tahun 2014 saja. Kebanyakan temuan merupakan permasalahan Pemprov DKI Jakarta sejak puluhan tahun lalu. (Baca: DPRD Hanya Panggil Djarot soal Temuan BPK, Begini Reaksi Ahok)

Sebut saja aset Mangga Dua yang sudah bermasalah sejak 1984. Jika Pansus LHP BPK hanya memanggil eksekutif yang dinilai paling paham soal anggaran tersebut, maka pansus harus memanggil pihak eksekutif yang menjabat pada puluhan tahun terakhir.

Djarot merupakan ketua tim tindak lanjut pemerintah daerah. Sehingga, dalam hal ini, Djarot lah pihak eksekutif yang harus dipanggil Pansus LHP BPK.

Tidak ada alasan tidak mengetahui mata anggaran, sebab, Djarot juga didampingi oleh perangkat eksekutif lain seperti Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Inspektorat yang pasti memiliki data-data soal aset dan anggaran DKI. "Yang jadi temuan bukan hanya 2014 tetapi mulai dari 1984," ujar Sani.

Dia pun meminta masyarakat untuk tidak berburuk sangka terhadap pansus ini. Sebab, fungsi Pansus LHP BPK bukanlah untuk meminta pertanggungjawaban eksekutif. Melainkan untuk mendampingi eksekutif agar temuan BPK ini dapat terklarifikasi.

Sani memastikan tidak ada unsur politisasi dalam pansus ini. "Pansus ini dibentuk untuk mendampingi Pemprov DKI agar bisa menindaklanjuti temuan LHP BPK. Jadi yang dihadirkan ya pejabat yang sekarang dong."

"Ada tiga dimensi sebenarnya yaitu hukum, politik, dan administratif. Nah pansus bekerja dalam kerangka administratif saja. Bukan politik apalagi hukum," ujar Sani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024

Megapolitan
Seorang Ibu Diduga Menipu, Jual Cerita Anak Sakit lalu Minta Uang Rp 300.000

Seorang Ibu Diduga Menipu, Jual Cerita Anak Sakit lalu Minta Uang Rp 300.000

Megapolitan
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Culik dan Peras Penumpangnya Rp 100 Juta

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Culik dan Peras Penumpangnya Rp 100 Juta

Megapolitan
Wanita Tewas Bersimbah Darah di Bogor, Korban Terkapar dan Ditutup Selimut

Wanita Tewas Bersimbah Darah di Bogor, Korban Terkapar dan Ditutup Selimut

Megapolitan
Ada Obeng di TKP, Diduga Jadi Alat Suami Bunuh Istri di Bogor

Ada Obeng di TKP, Diduga Jadi Alat Suami Bunuh Istri di Bogor

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Kota Bekasi Hari Ini, Jumat, 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Kota Bekasi Hari Ini, Jumat, 29 Maret 2024

Megapolitan
Diduga Korban Pelecehan Seksual oleh Eks Ketua DPD PSI Jakbar Mengaku Diintimidasi agar Tak Lapor Polisi

Diduga Korban Pelecehan Seksual oleh Eks Ketua DPD PSI Jakbar Mengaku Diintimidasi agar Tak Lapor Polisi

Megapolitan
Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Megapolitan
Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com