Baca: Perhatikan Nilai Hidup Warga Kampung Pulo...
Kini, kata Nurhayati, tidak ada lagi para tetangga yang sudah hidup berdampingan dengan dia selama puluhan tahun. Ketika pagi hari, tidak ada lagi aktivitas mengobrol bersama sambil berbelanja di tukang sayur yang lewat di depan rumah-rumah mereka.
Nurhayati mengenang, ketika masih berada di Kampung Pulo, dia dan para tetangga sangat kompak. "Enggak pernah ada beda-beda soal si ini miskin, si ini kaya. Kalau ada hajatan, kami urusnya sama-sama," ujar Nurhayati.
Baca: Merumahkan Kembali, Bukan Asal Memindah...
Dia pun takut suasana seperti itu tidak akan ditemukan kembali di rusun baru. Tetangga yang menghuni unit-unit rusun di samping unitnya tampak asing. Meski sama-sama warga Kampung Pulo, para tetangga yang kini tinggal di sebelahnya bukanlah orang yang sejak bertahun-tahun tumbuh bersama.
"Hal-hal seperti itu yang hilang," ujar dia.
Selain itu, rumah yang telah dibongkar di Kampung Pulo merupakan tempat yang dia singgahi sejak kecil. Nurhayati mengatakan, kebanyakan warga telah menempati permukiman itu sejak lama.
"Kenangannya selama di sana, susah-susah dan jerih payah bangun rumah di sana, itu doang sih yang masih kepikiran," ujar dia.
Baca: Wajar, Warga Kampung Pulo Tolak Penggusuran
Sekarang, pintu-pintu di unit rusun di Jatinegara sering kali tertutup rapat. Nurhayati pun melakukan hal yang sama. Alasannya bukan karena tidak mengenal tetangga, melainkan demi keselamatan anak-anak yang tinggal bersamanya.
"Di sini kan pakai lift. Takutnya, kalau pintu saya buka, anak-anak pada main ke mana-mana. Udah mana tetangga belum kenal semua kan," ujar dia.