Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan "Kesiangan" Beroperasinya Ojek dan Taksi Online

Kompas.com - 18/12/2015, 07:08 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat beberapa kota besar di Indonesia telah terbiasa dengan layanan transportasi secara online, seperti Go-Jek, Grab Bike, Uber, hingga Grab Car. Setelah menjamur, Kementerian Perhubungan mengeluarkan "fatwa" larangan mereka beroperasi.

Keberadaan layanan transportasi secara online sebenarnya sudah ada sejak 2011. Namun, baru pada 2015 ini menjamur.

Kementerian Perhubungan pada Kamis (17/12/2015) kemarin menegaskan bahwa ojek atau taksi yang berbasis dalam jaringan atau daring (online) dilarang beroperasi. Alasannya, karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.

Larangan tersebut dinilai "kesiangan". Bisnis ojek maupun taksi online sudah menjamur. Masyarakat juga sudah bergantung kepada layanan ini, terutama bagi mereka yang kesulitan untuk bepergian pada malam hari karena ketiadaan angkutan umum.

Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Soegeng Poernomo memandang, melalui banyaknya layanan ojek dan taksi online, sebenarnya pemerintah sudah gagal menyediakan layanan transportasi untuk masyarakat.

Menyiapkan layanan transportasi yang memadai adalah tugas pemerintah. Tetapi, layanan transportasi online ini nyatanya diadakan oleh masyarakat sendiri, melalui perusahaan swasta seperti Go-Jek, Grab Bike, Uber, dan sebagainya.

"Masyarakat tidak diperhatikan kebutuhannya oleh pemerintah. Public transport diadakan oleh masyarakat sendiri, harusnya itu tanggung jawab pemerintah," kata Soegeng kepada Kompas.com, Kamis (17/12/2015) malam.

Dari sudut pandang lain, terjadi pembiaran oleh pemerintah terhadap layanan ojek dan taksi online yang keberadaannya sudah pasti diketahui oleh semua orang.

Pembiaran ini sudah sampai tahap memprihatinkan. Terlebih, penegakan hukum terhadap hal yang jelas-jelas melanggar tidak dilakukan.

Seperti keberadaan ojek yang dipastikan bukan angkutan umum, tapi tetap dibiarkan tumbuh dan berkembang di masyarakat, tanpa ada sanksi yang jelas.

"Semua serasa berjalan sendiri-sendiri. Sesuatu yang tidak benar jadi menjamur. Penegakan hukum lemah. Di jalanan, saking lemahnya infrastruktur, di lapangan jadi liar. Apakah kita akan berada dalam kondisi liar terus?" kata Soegeng.

Meski pemerintah sudah tegas menyatakan melarang ojek dan taksi online, masalah tidak selesai sampai di situ.

Kebijakan tersebut pastinya akan mengganggu mata pencaharian para pengemudi, pihak perusahaan, menghilangkan ketergantungan konsumen, dan masalah lainnya yang belum timbul di permukaan. Bagaimana Kemenhub menyelesaikannya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com