Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayi Diberi Obat Penenang Dosis Tinggi Saat Dibawa Pengemis

Kompas.com - 25/03/2016, 19:24 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Psikolog klinis dari Asosiasi Psikologi Forensik, Kassandra Putranto, mengatakan bahwa obat penenang yang diberikan oleh tersangka ER (17) dan SM (18) kepada bayi yang mereka bawa saat mengemis tergolong obat penenang yang tidak dijual secara bebas.

Pasalnya, obat penenang "Clonazapam" itu sangat berbahaya untuk dikonsumsi tanpa anjuran psikiater. Menurut dia, obat tersebut hanya bisa dikeluarkan oleh psikiater karena biasanya digunakan untuk orang yang mengalami paranoid dan kecemasan berlebihan.

"Clonazapam adalah obat berdosis tinggi. Itu tidak boleh digunakan sembarangan. Di apotek, obatnya harusnya tidak ada," ujarnya di Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (25/3/2016).

Menurut Kassandra, Clonazapam merupakan obat yang mahal. Harga satu stripnya bisa mencapai Rp 200.000. Ia menduga, ada pihak lain yang membantu para tersangka mendapatkan obat tersebut.

"Dokter umum saja sudah tidak bisa mengeluarkan resep untuk obat itu. Harus ada resep dari psikiater. Berarti, harusnya ada jaringan lain yang membantu mereka. Harus dibongkar oleh Kapolres," ujarnya.

Kassandra menambahkan, obat tersebut bisa menimbulkan efek jangka pendek dan jangka panjang. Efek jangka pendeknya bisa merusak lambung, sedangkan untuk jangka panjangnya, jika secara terus-menerus dikonsumsi, bisa menimbulkan gangguan saraf dan melemahkan fungsi otak.

"Dampak paling besar tentu ke lambung karena lambungnya tidak kuat, kan. Kemudian, sarafnya jadi lamban, bayi jadi lemas dan lesu. Kalau untuk orang biasa itu efeknya jadi lemas dan telat berpikir," ucapnya.

Selain ER dan SM, dua wanita lainnya, IR dan NH, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perdagangan manusia. Mereka menyewakan anak seharga Rp 200.000.

Mereka juga menyuruh anak-anak untuk mengemis. Apabila menolak, anak-anak tersebut akan mendapatkan tindakan kekerasan dari para tersangka tersebut. Kasus ini terungkap setelah polisi melakukan penyelidikan selama dua bulan.

Sebanyak 20 anak diduga menjadi korban, dan 8 orang dewasa diamankan di persimpangan wilayah Jakarta Selatan dan Terminal Blok M pada Kamis (24/3/2016).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com