Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadin DKI: Pemerintah Lamban Merespons Kehadiran Transportasi "Online"

Kompas.com - 26/03/2016, 18:23 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menilai pemerintah tidak tanggap dalam menghadapi perkembangan teknologi yang dipadukan dengan sistem transportasi di Jakarta.

Sarman juga menilai pemerintah baru disadarkan akan pentingnya menegaskan status perusahaan penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi atau online sejak unjuk rasa besar-besaran oleh pengemudi angkutan umum, Selasa (22/3/2016) lalu.

"Ini tanda pemerintah belum mampu menyediakan sarana transportasi yang lancar dan nyaman. Ketika lahir (transportasi) online, 40 sampai 50 persen konsumen lari ke sana. Pemerintah sangat-sangat lamban merespons hal ini, koordinasi di antara pemerintah sangat lemah," kata Sarman dalam diskusi program Polemik Sindo Trijaya FM di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/3/2016).

Sarman menjelaskan, bukti ketidakmampuan pemerintah menyediakan jasa transportasi yang mumpuni terlihat dari banyaknya penumpang yang beralih ke layanan transportasi online dan meninggalkan layanan transportasi konvensional.

(Baca: Menkominfo: Dua Bulan Taksi "Online" Tak Penuhi Syarat Jadi Angkutan Umum, Kami Tutup)

Bahkan, kehadiran layanan transportasi online sudah ada sejak tahun 2014, namun pemerintah terkesan mengabaikannya begitu saja.

"Dari kejadian demo kemarin itu baru (pemerintah) sadar. Coba bayangkan, berapa banyak kerugian pas demo itu? Pemerintah harus cepat merespons, lihat Undang-Undang atau tindak tegas, jangan dibiarkan," tutur Sarman.

Dari sudut pandang penumpang sebagai konsumen, Sarman meyakini, layanan transportasi online lebih diminati karena harganya yang murah. Melihat hal tersebut, pemerintah juga disarankan untuk dapat membuat aturan baku mengenai tarif angkutan umum.

Terlebih, ada sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi pengusaha angkutan umum pelat kuning yang membuat tarifnya dipatok tinggi ketimbang perusahaan penyedia jasa transportasi online yang belum tentu bayar pajak.

(Baca: Ini Keputusan Pemerintah soal Taksi Uber dan GrabCar)

"Dengan adanya yang online ini, disikapi dari segi harga, memang lebih murah. Yang legal butuh biaya operasional, bayar listrik, sehingga mahal. Ke depan, pemerintah harus buat aturan baku soal tarif ini, supaya sama-sama," ujar Sarman.

Tarif merupakan poin mendasar yang dikeluhkan pengemudi angkutan umum terhadap layanan transportasi online. Para pengemudi angkutan umum menuntut agar ada kesetaraan tarif yang dapat membuat persaingan di lapangan jadi sehat.

Namun, karena jenis izin yang diurus adalah izin angkutan sewa, maka biaya layanan seperti Uber dan Grab Car nantinya tidak dihitung seperti tarif taksi yang menggunakan sistem argo meter, melainkan berdasarkan kesepakatan produsen dan konsumen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Disorot, Dinas Citata: Itu Masih Perencanaan

Megapolitan
Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com