Kementerian Lingkungan Hidup lalu mengajukan kasasi ke MA. Pada 28 Juli 2009, MA memutuskan mengabulkan kasasi tersebut dan menyatakan, reklamasi menyalahi amdal.
Tahun 2011, keadaan berbalik. MA mengeluarkan putusan baru (No 12/PK/TUN/2011) yang menyatakan, reklamasi di Pantai Jakarta legal. Namun, putusan MA tersebut tidak serta-merta memuluskan rencana reklamasi.
Untuk melaksanakan reklamasi, Pemprov DKI Jakarta harus membuat kajian amdal baru untuk memperbarui amdal yang diajukan tahun 2003. Juga dengan pembuatan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang melibatkan pemda di sekitar teluk Jakarta.
Saat rencana reklamasi terkatung-katung oleh berbagai aturan yang menghadangnya, tahun 2012 Presiden SBY menerbitkan Perpres No 122 Tahun 2012. Perpres mengenai reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut menyetujui praktik pengaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Jakarta.
Tahun 2014, Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo kembali mengukuhkan rencana reklamasi. Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2013 keluar pada Desember 2014 dengan pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.
Ide moratorium
Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai, kebijakan tersebut melanggar karena kewenangan memberikan izin di area laut strategis berada di tangan kementeriannya meski lokasinya ada di wilayah DKI Jakarta.
Tak hanya itu, Kementerian Koordinator Kemaritiman juga meminta pengembang dan Pemprov DKI Jakarta membuat kajian ilmiah rencana reklamasi Pulau G di Jakarta Utara. Kajian ilmiah itu perlu dijelaskan kepada publik sehingga publik tahu detail perencanaan dan bisa mengawasi proyek reklamasi.
Akhir September 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengkaji penghentian sementara (moratorium) reklamasi. Reklamasi diusulkan hanya untuk pelabuhan, bandara, dan listrik. Di luar itu tidak boleh ada reklamasi untuk hotel, apartemen, mal, dan sebagainya.
Moratorium yang masih berupa kajian tersebut tidak menghentikan langkah Pemprov DKI Jakarta untuk tetap melaksanakan reklamasi.
Akhir Oktober 2015, Pemprov DKI menyatakan mulai mempersiapkan tahap awal pengembangan pulau-pulau reklamasi. Pulau O, P, dan Q akan diintegrasikan dengan Pulau N untuk pembangunan Port of Jakarta.
Baca: Ahok Pastikan Proyek Reklamasi Tetap Berjalan meski Ada Kasus Suap.
Wacana reklamasi 17 pulau ini terus bergulir sejak zaman Orde Baru. Namun, sudah 10 tahun bergulir, reklamasi tersebut urung dilakukan. Berbagai pendapat mendukung dan menentang rencana reklamasi tersebut.
Reklamasi untuk menambah ruang pembangunan Jakarta merupakan salah satu pendapat yang mendukung proyek reklamasi.
Kawasan selatan Jakarta sudah tidak mungkin dikembangkan karena fungsinya sebagai daerah konservasi. Juga dengan wilayah timur dan barat yang sudah telanjur padat penduduk karena sejak 1985 pengembangan wilayah Jakarta sudah diarahkan ke timur dan barat.
Alasan lain adalah untuk mengembangkan kawasan utara Jakarta. Pengembang yang membangun kawasan tersebut akan menghasilkan pajak dan retribusi. Selanjutnya pemasukan baru PAD DKI Jakarta tersebut digunakan untuk memperbaiki kawasan kumuh.
Namun, justru alasan ini dipertanyakan banyak pihak. Jika ingin menambah ruang pembangunan, bukan dengan melakukan pembangunan horizontal ke wilayah utara.