JAKARTA, KOMPAS.com - Larangan masuk ke jalur busway untuk bus APTB berdampak buruk terhadap pendapatan operator bus tersebut. Salah satu operator APTB yang biasa melintas di jalur busway yaitu Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) menyebut akibat aturan itu, pendapatan PPD menurun cukup jauh.
Direktur PPD, Pande Putu Yasa mengatakan, sejak APTB dilarang melintas di jalur busway pada 1 juni 2016, pendapatannya langsung turun sekitar 20 persen. Pande menyebut kebanyakan penumpang armadanya memang diambil dari halte transjakarta.
"Kalau dari kami memang cukup besar karena menopang (memiliki) 15 armada APTB. Penurunan untuk PPD berkisar 20 persen," ujar Pande saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/6/2016).
Terkait rencana PPD untuk bergabung dengan PT Transjakarta, kata Pande, ternyata pihaknya belum menandatangani kontrak bayaran rupiah per kilometer terkait penyelenggaraan layanan bus ke daerah penyangga menggantikan APTB.
Hal itu terjadi karena belum adanya persetujuan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah (LKPP) terkait rupiah per kilometer yang akan digunakan sebagai patokan pembayaran APTB.
Saat ditanyakan tarif yang pantas sebagai pembayaran APTB, Pande menyebut saat ini seluruh operator APTB masih mengkaji besaran biaya operasionalnya. Salah satunya terhadap tarif pemeliharaan APTB.
"Sementara tim kami mengkaji dengan transjakarta karena kami masih menghitung dari segi pembiayannya berapa, karena untuk melihat biaya pemeliharaan harus melibatkan APM (agen pemegang merek), dari APM belum dapat angka rill-nya," ujar Pande.
Mulai 1 Juni 2016, seluruh bus APTB dilarang melintasi jalur busway. Larangan APTB masuk busway disebabkan banyaknya laporan yang menyebut masih seringnya bus-bus APTB melanggar aturan.
APTB kerap memungut biaya tambahan dari penumpang yang naik di sepanjang koridor transjakarta hingga keluar masuk busway untuk menaikturunkan penumpang.