Seperti sudah diduga sebelumnya, ada kompromi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang ingin kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta melalui Pilkada 2017 dengan "Teman Ahok" yang mempersiapkan syarat untuk menempuh jalur independen.
Dugaan akan adanya kompromi itu dapat ditilik pada pernyataan-pernyataan Ahok berkali-kali bahwa dirinya tidak akan meninggalkan "Teman Ahok". Sebaliknya, pernyataan-pernyataan senada juga kerap dikemukan pihak "Teman Ahok".
Posisi "Teman Ahok" yang tidak akan meninggalkan Ahok sudah ditulis di "Mukadimah" dan dijadikan pijakan hingga saat ini. Dituliskan, "Teman Ahok" didirikan untuk membantu dan "menemani" Ahok mewujudkan Jakarta Baru yang lebih bersih, maju, dan manusiawi.
"Teman Ahok" didirikan dengan visi dan misi. Setelah misi utama mengumpulkan sejuta Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga DKI Jakarta sebagai syarat pencalonan Ahok di jalur independen terpenuhi, Minggu (19/6/2016) malam, kompromi sebagai hasil kesepakatan Ahok dan "Teman Ahok" dikemukakan.
Dalam kompromi itu, Ahok dan "Teman Ahok" sepakat membuka pintu bagi partai politik untuk pencalonan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta. Kompromi ini melawan keyakinan dasar "Teman Ahok" tentang partai politik.
"Teman Ahok" yang didirikan Maret 2015 berinisiatif mengajukan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta melalui jalur independen didasari penilaian kaku dan tidak berubahnya partai politik.
Dengan gaya kepemimpinan Ahok yang memancing kontroversi dan konflik dengan para elite politik, "Teman Ahok" melihat ada sandungan atas keinginan mereka memajukan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta.
Dalam perjalanan mengumpulkan dukungan untuk Ahok, penilaian "Teman Ahok" terhadap partai politik yang kaku dan tidak berubah gugur. Bukan menjadi sandungan seperti yang diduga, partai politik justru menjadi pemulus jalan.
Ini keliatan partai politik (untuk tidak mengatakan oportunis) yang tidak diperkirakan "Teman Ahok".
Tiga partai politik menjelang Pilkada DKI Jakarta, Februari 2017 memberi dukungan. Pertama Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dengan Ketua Umum Surya Paloh. Kedua Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dengan Ketua Umum Wiranto. Ketiga Partai Golongan Karya (Golkar) dengan Ketua Umum Setya Novanto.
Tentang tiga partai politik ini, kita semua tahu bahwa Golkar adalah asal muasal mereka. Golkar adalah pendukung utama Presiden ke-2 RI Soeharto saat jaya dan berkuasa di era Orde Baru. Kejelian Golkar melihat dan menempeli kekuasaan semasa Orde Baru tampaknya masih diwarisi ketiga partai ini.
Bagi Ahok, tidak sulit untuk menyatu dengan ketiga partai ini. Sebelum bergabung dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan meninggalkan partai sempalan Golkar ini, Ahok adalah kader Partai Golkar.
Bergaul dan berbaur dengan ketiganya, Ahok tidak akan terlihat canggung. Masa lalu Ahok ada di sana. Bahkan jika Partai Gerindra ada di kumpulan itu.
Canggung yang akan berlalu
Kesulitan bersikap yang akan menimbulkan kecanggungan justru akan dialami mereka yang ada dalam kumpulan "Teman Ahok" dengan jumlah KTP sejuta.