JAKARTA, KOMPAS.com - Penertiban surat peringatan ketiga (SP-3) penertiban permukiman di Bukit Duri ditunda karena adanya warga yang mengajukan gugatan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Adapun SP-1 penertiban Bukit Duri telah diterbitkan sejak 30 Agustus 2016.
Kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera WS Soemarwi mengatakan, gugatan itu didaftarkan dua hari setelah terbitnya SP-1. Warga Bukit Duri yang mengajukan class action menganggap Pemprov DKI Jakarta tidak transparan dan menyalahi prosedur penerbitan SP-1.
"Tidak ada sosialisasi, tiba-tiba pada 30 Agustus lalu rumah warga digedor-gedor dikirimkan SP-1," ujar Vera saat dikonfirmasi, Rabu (14/9/2016).
(Baca: Penertiban Bukit Duri Ditunda?)
Dalam surat peringatan yang ditandatangani oleh Kepala Satpol PP Jakarta Selatan Ujang Hermawan itu, warga RW 10, 11, dan 12 diminta membongkar sendiri seluruh bangunan yang ada di bantaran kali dalam jangka waktu 7 x 24 jam.
Vera mengatakan bahwa jalur hukum ditempuh agar Pemprov DKI menunda melakukan penetiban permukiman di Bukit Duri sampai ada putusan dari gugatan yang diajukan warga.
"Kalau tidak punya kewenangan terus dibongkar kan yo piye?" ucapya.
Vera berharap Pemprov DKI mengindahkan imbauan moral yang dinyatakan hakim Didiek Riyono agar Pemprov DKI tidak main kekuasaan. Gugatan di PTUN pun kini masuk dalam tahap provisi.
Hakim PTUN tengah meninjau keabsahan dan kewenangan Pemkot Jakarta Selatan menerbitkan SP-1.
"Saat ini sedang tahap provisi oleh hakim, hakim punya kewenangan untuk meminta Pemprov menunda SP-3 karena yang SP-1-nya sedang diperiksa kan," kata Vera.
PTUN diketahui telah melayangkan surat bernomor 102 TUN.1-2149/HK.06/IX/2016 tanggal 5 September atas surat Satpol PP Kota Administrasi Jakarta Selatan No. 1770/-1.758.2 tanggal 30 Agustus 2016 perihal Surat Peringatan 1.