JAKARTA, KOMPAS.com — Para ketua RT/RW di wilayah Jakarta Pusat keberatan jika pemberian biaya operasional per bulan masih mengacu pada jumlah laporan via Qlue.
Mereka ingin agar aturan pelaporan dengan sistem tersebut dihapus.
Darmaji, Ketua RW 06 Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, mengatakan bahwa tidak semua kalangan bisa menggunakan Qlue.
Ia mencontohkan para ketua RT yang ada di lingkungannya. "Kebetulan di RT-RT kami ada juga yang gaptek. Jadi, tidak semua bisa melapor dengan Qlue. Jadi, laporannya malah kurang maksimal," kata Darmaji.
Ia menyampaikan hal ini saat ditemui dalam acara silaturahim Plt Gubernur DKI dengan pengurus RT/RW, lembaga musyawarah kelurahan (LMK), dan Dewan Kota di Gedung Pertamina di Jalan Cempaka Putih Tengah, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (15/12/2016).
(Baca juga: "Blusukan" di Ciracas, Agus Janji Kaji Sistem Pelaporan Melalui Qlue)
Sementara itu, Andri, Ketua RT 10/RW 01 Kelurahan Petojo Utara, Gambir, menolak sistem pelaporan via Qlue karena dinilainya merepotkan.
"Kalau bisa jangan karena tiap hari harus foto kirim lagi, foto kirim lagi. Jadi, kalau bisa, jangan. Jadi merepotkan," ucap Andri.
Arifin, Ketua RT 12/RW 06 Kelurahan Karangantar, Sawah Besar, tidak menolak penggunaan Qlue.
Namun, ia menyesalkan apabila biaya operasional yang diterimanya berkurang hanya karena lamban melapor.
"Jadi, ada senang ada tidak senangnya (pakai Qlue). Senangnya karena laporan bisa langsung. Tidak senangnya karena kalau lambat, uang operasional dipotong," kata Arifin.
(Baca juga: Kelemahan Aplikasi Qlue Menurut Sumarsono)
Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono sedang mewacanakan kenaikan biaya operasional pengurus RT/RW di Jakarta. Jumlah yang dinilainya ideal adalah Rp 1,5 juta-Rp 2 juta.
Saat ini, jumlah maksimal biaya operasional per bulan yang didapat pengurus RT/RW di Jakarta adalah Rp 900.000 per bulan, sedangkan pengurus RW sebesar Rp 1,2 juta per bulan.
Itu pun jika pengurus RT/RW rajin menyampaikan laporan via Qlue, maksimal tiga kali sehari.