JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidikan kasus dugaan makar yang menjerat sejumlah aktivis terus dilakukan.
Sudah lebih dari 30 saksi dimintai keterangan soal aktivitas dan pertemuan yang diduga sebagai bagian dari upaya makar tersebut.
Mereka yang dimintai keterangan mulai dari satpam, pemilik bus, hingga suami seorang calon wakil gubernur.
Awalnya, para tersangka kasus ini mengaku memperjuangkan hal yang sama, yakni menginginkan calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dipenjara.
Mereka juga menginginkan Undang-Undang Dasar 1945 dikembalikan ke naskah sebelum diamandemen.
Namun, semakin dalam polisi menyelidiki kasus ini, mereka menyatakan tak terlibat atau tak banyak tahu soal perjuangan itu.
Minta SP3
Salah satunya adalah Ratna Sarumpaet yang mengajukan permohonan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas kasusnya pada Kamis (5/1/2017).
Kuasa hukum Ratna Sarumpaet, Alamsyah Hanafiah, menyatakan bahwa kliennya tidak pernah ikut konferensi pers tanggal 1 Desember 2016 di Hotel Sari Pan Pacific bersama tersangka lainnya.
Hanafiah menyebut Ratna memang ada di hotel itu pada malam menjelang aksi 2 Desember.
Namun, kata dia, ketika itu Ratna ke hotel tersebut untuk menginap, atau bukan untuk menghadiri konferensi pers bersama tokoh lainnya.
"Betul dalam press release yang beredar di WhatsApp tercantum nama klien kami, tetapi hal tersebut tanpa sepengetahuan dan tanpa seizin klien kami," ujar Alamsyah di Mapolda Metro Jaya, Kamis.
(Baca juga: Ratna Sarumpaet Ajukan Permohonan SP3 Kasus Dugaan Makar)
Soal tuduhan para tersangka akan menunggangi aksi 2 Desember untuk melancarkan agenda makarnya, Alamsyah juga berargumen bahwa organisasi Ratna, Gerakan Selamatkan Indonesia, tidak terafiliasi sama sekali dengan Gerakan Selamatkan NKRI yang menyelenggarakan konferensi pers tersebut.
Ratna tidak memiliki kepentingan apa pun dengan Gerakan Selamatkan NKRI. Ratna juga mengelak pernah hadir dalam konsolidasi tokoh nasional di Universitas Bung Karno pada 20 November 2016 yang dihadiri ratusan orang.
"Selain menolak menghadiri acara konsolidasi tokoh nasional tersebut, klien kami juga melalui pesan WhatsApp dan melalui telepon, menasihati Rachmawati Soekarnoputri agar berhati-hati dan tidak dituduh makar dan tidak mengikuti acara tersebut," ujar Alamsyah.