JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur DKI Jakarta nomor pemilih satu Agus Harimurti Yudhoyono mempertanyakan sejumlah kebijakan diskresi yang diambil calon gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Agus mencontohkan salah satu diskresi terkait koefisien lahan bangunan (KLB). Dia menyebut dalam diskresi KLB itu jika ada pengembang membangun sebuah gedung dan melebihi KLB yang ditentukan, maka hal itu masuk ke dalam kompensasi dan bisa digunakan tanpa melalui kas negara.
Agus menanyakan apakah kebijakan yang dilakukan Ahok bertentangan dengan upaya pembangunan birokrasi yang akuntabel.
"Ini saya bertanya apakah prinsip seperti ini bertentangan dengan upaya membangun birokrasi yang akuntabel dan tentunya bertanggung jawab. Tolong dijelaskan sehingga bisa jelas semuanya di sini," kata Agus dalam debat kedua di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2016).
Ahok mengatakan paham mengenai Undang-undang diskresi karena Ahok merupakan mantan anggota DPR RI Komisi II yang ikut serta dalam membuat Undang-undang itu.
Ahok menjelaskan, di Jakarta terdapat peraturan daerah yang isinya jika sebuah kawasan dilintasi transportasi massal berbasis rel, maka KLB diizinkan untuk ditinggikan.
"Kalau tidak maka dia tidak boleh naikkan. Anda mau teriak mau bayar Rp 1 triliun pun tidak bisa karena ada perda yang mengatur," ujar Ahok.
Ahok menjelaskan, tidak ada peraturan yang mengizinkan dalam Undang-undang administrasi menerima uang tunai ke dalam APBD. Untuk itu, Ahok menggunakan kontribusi tambahan dengan dasar perjanjian kerja sama.
Ahok mengatakan telah menerima Rp 3,8 triliun kontribusi tambahan berbentuk komitmen. Komitmen yang dimaksud ialah membangun infrastruktur.
Ahok mencontohkan pembangunan kawasan Semanggi. Pembangunan Semanggi senilai Rp 400 miliar, kata Ahok merupakan kontribusi pihak yang hendak menaikkan bangunan di sekitar Semanggi.
Adapun kawasan Semanggi bisa ditinggikan karena dilewati MRT. Pencatatan kontribusi dilakukan menggunakan perusahaan penilai.
"Jadi ini sangat jelas tetap berdasarkan good governance dan transparansi marena itu moto kami, BTP," ujar Ahok.
Menanggapi pernyataan Ahok, calon wakil gubernur DKI pasangan Agus, Sylviana Murni mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2013 Pasal 3 dan Ayat 6, penerimaan daerah dan alokasi anggaran daerah harus masuk ke dalam APBD yang disepakati bersama antara gubernur dan DPRD DKI. Adapun Sylviana menyoroti hubungan Ahok dan DPRD DKI yang dinilai tidak harmonis.
"Ini namanya pembangunan non-budgeter artinya ini sudah tidak boleh lagi dalam Undang-undang dan harus dipertanggungjawabkan dan DPRD harus mengetahu hal ini bukan one man show," ujar Sylviana.
Ahok lalu menilai apa yang disampaikan Sylviana merupakan hal berbeda.
"Kalau itu ada masalah pasti sudah ada temuan kenap tidak ada temuan karena memang ini boleh. Yang enggak boleh sumbangan kami terima uang tidak ada dasarnya," ujar Ahok.
"Kebetulan saya jadi bupati dan anggota DPRD, saya kuasai sekali UU Keuangan daerah berbasis kinerja. Mungkin Bu Sylvi salah satu yang kurang mempelajari UU berbasis kinerja tadi," ujar Ahok.